Kampung Tariang Baru,Tabukan Tengah, Pulau Sangihe, Rayakan HUT ke-133
Kampung Tariang Baru Rayakan HUT ke-133, Diwarnai Tradisi
Adat dan Sejarah Panjang Pengungsian.
Tariang Baru, Sangihe — Masyarakat dan pemerintah
Kampung Tariang Baru hari ini, Sabtu 2 Agustus 2025, memperingati Hari Ulang
Tahun ke-133 sejak kampung ini resmi berdiri pada tahun 1892. Peringatan tahun
ini menjadi momentum bersejarah karena merupakan hasil dari proses penelusuran
sejarah yang telah dilakukan melalui seminar lokal pada April lalu.
Perayaan HUT berlangsung meriah dengan balutan adat istiadat
yang kental. Acara dimulai dengan prosesi adat penjemputan tamu
(Menginsomahe Sake), dilanjutkan dengan pemotongan kue adat (Menuang
Tamo) oleh Bapak Muhrij Lawendatu, serta ritual Menahulending Banua
atau pemberkatan tanah dan kehidupan oleh tokoh adat Bapak Hermanto Mohonis dan
Bapak Rumisi Humenggael.
Hadir dalam acara ini Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Bapak
Tendris Arifin Bulaari, yang juga memberikan sambutan mewakili pemerintah
daerah. Turut serta mendampingi, Kepala Dinas Pariwisata Bapak S. Kapal, Kepala
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Bapak F. Porawow, serta sejumlah staf
ahli bupati dan unsur pemerintah kabupaten lainnya. Wakil rakyat dari daerah
pemilihan setempat, Bapak A. Lawendatu, juga hadir menyaksikan langsung
jalannya acara.
Kepala Kampung (Kapitalaung) Tariang Baru, Bapak Yerry
Pulumbara, menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas kehadiran para tamu
serta partisipasi seluruh masyarakat dalam menyukseskan perayaan ini. Salah
satu inti dari kegiatan ini adalah doa lintas iman, yang dipimpin secara
berantai oleh para pendeta dan ulama Islam, memanjatkan harapan bagi
keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan kampung.
Usai prosesi adat dan doa bersama, acara dilanjutkan dengan makan
bersama, dengan doa makan dipimpin oleh Staf Ahli Bupati, Bapak Sutardji
Matantu, S.Pd.I. Suasana keakraban makin terasa ketika hiburan rakyat
(Medameang) digelar, menampilkan Orkes Kaum Ibu GMIM Tariang Baru dan
pertunjukan kesenian Islam “Turunang” dari Kampung Rendingan.
Sebagai bagian dari rangkaian acara, dibacakan pula “Selayang
Pandang Sejarah Kampung Tariang Baru” oleh Ketua MTK, yang memaparkan
asal-usul kampung ini—mulai dari letusan dahsyat Gunung Awu, perpindahan
penduduk, hingga lahirnya kampung Tariang Baru yang berdiri dari reruntuhan
sejarah.
Jejak Sejarah Kampung Tariang Baru: Lahir dari Abu Gunung
Awu
Gunung Awu di Pulau Sangihe telah menjadi saksi sejarah
panjang perjuangan hidup masyarakat. Letusan demi letusan, sejak 1640 hingga
1966, menyebabkan eksodus besar-besaran dan melahirkan kampung-kampung baru,
termasuk Tariang Baru.
Salah satu kampung yang menjadi titik balik sejarah adalah
Kampung Matane, yang telah ada sejak 1682. Saat Gunung Awu meletus hebat pada
1711, Matane menjadi tempat perlindungan bagi warga Kerajaan Kendahe. Dari
Matane inilah cikal bakal Kampung Tariang Tua muncul, yang kemudian berkembang
menjadi Tariang Rusak, dan akhirnya Tariang Baru sekitar tahun
1892.
Legenda masyarakat lokal menyebutkan dongeng “Sebutir
Telur” sebagai simbol lahirnya kampung ini, sekaligus mengandung makna
filosofis dari nama “Tariang”. Di dalamnya tercermin nilai adat, sejarah
pengungsian, hingga terbentuknya pemukiman awal yang disebut Darualeng.
Tokoh kharismatik bernama Makaampo dikenang sebagai
pengutus pertama ke wilayah Pananualeng, yang menjadi titik awal komunitas ini
berkembang. Pada masa itu, kampung berada di bawah Kerajaan Tabukan, dan
Kapitalaung pertama ditunjuk langsung oleh pejabat kerajaan.
Masuknya Islam dan Kristen sejak era kolonial turut memberi
warna spiritual yang kuat dalam masyarakat. Sebelum itu, masyarakat memegang
kepercayaan tradisional yang disebut Pananual᷊eng, yang kini menjadi
bagian dari narasi sejarah sosial budaya Tariang Baru.
Akhirnya, setelah melalui penelusuran sejarah dan
kesepakatan masyarakat, tanggal 2 Agustus 1892 ditetapkan sebagai hari
lahir resmi Kampung Tariang Baru. Tahun ini menjadi perayaan resmi pertama
dalam usia kampung yang telah mencapai 133 tahun.
Dengan semangat persatuan dan kebersamaan, masyarakat
Tariang Baru hari ini tidak hanya merayakan usia kampung, tetapi juga merayakan
identitas sejarah, spiritualitas, dan ketangguhan budaya yang diwariskan
dari generasi ke generasi.
"Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami bersyukur
bisa memperingati hari lahir kampung ini secara resmi untuk pertama kalinya.
Semoga damai dan kesejahteraan terus menyertai perjalanan Kampung Tariang Baru
menuju masa depan."
— Kapitalaung Yerry Pulumbara