ANSAMBEL MUSIK LIDE

ANSAMBEL  MUSIK  LIDE






SEJARAH  MUSIK  LIDE

Oleh  :  Alffian  W.P.  Walukow, S.Pd, M.Pd

Alat  musik Ol᷊i  adalah  salah  satu  alat  yang digunakan  dalam  ansambel  musik Lide yang dimainkan bersama dengan  alat  musik  lain seperti : Arababu, Sal᷊udẹ̆, Sasĕsaheng  dan  Bansị. Dalam  beberapa  kajian  tertulis, alat  musik ol᷊i bernama  harpa  mulut (Indonesia)  atau  mouth  harp  ;   jews harp ; kecapi yahudi (Inggris) dan mond harp ; harpa  mulut – mond harmonica  (Belanda).

            Dimasa  lalu,  alat  musik ol᷊i dimainkan secara  tunggal, demikian  juga  dengan alat  musik  arababu, sasẹ̆saheng, salude dan bansị.

Ol᷊i                   :           dibunyikan di mulut, sumber bunyinya  adalah  bambu dan ruang

resonasinya  adalah rongga  mulut.

Arababu            :           dibunyikan  dengan  cara  digesek seperti  biola. Sumber bunyi  adalah

dawai  dari serat  pisang  hote dan  mebran dari  kulit kambing. Ruang 

resonasinya  adalah  batok  kelapa. 

Sasẹ̆saheng       :           dimainkan  dengan  cara  dipukulkan  pada  telapak  tangan. Sumber

bunyi  adalah  bilah bambu, ruang resonasinya  adalah satu  ruas  bambu.

Salude              :           dimainkan  dengan  dua  cara yaitu : dipetik dengan alat bambu  dan

di pukul. Sumber bunyinya  adalah dawai bambu. Ruang resonansinya  adalah satu  ruas  bambu.

Bansị                :           Dibunyikan dengan cara ditiup. Sumber bunyi  adalah  bambu, ruang

resonasinya adalah  bambu

 

Sejak  masa  kolonial  Belanda,  telah  dimainkan  secara ansambel  dibeberapa  kampung di pulau  Sangihe  dalam  komposisi  alat  yang  berbeda. Ansambel  musik  tersebut dinamakan  ansambel  musik Lide ( sumber informasi :  wawancara  dengan  bapak  guru  Kalendesang di Karatung-I, Manganitu  tahun 2004 ). Meskipun  permainan  musik ini  dimainkan secara ansambel, tetapi  masyarakat Sangihe  lebih mengenalnya  sebagai Musik Ol᷊i.

Mengapa  dinamakan  ansambel  Lide ? Penjelasannya ada  dalam  kamus   Sangir-Belanda berikut  ini :

Pengertian kata Lide, mělide, adalah : membuat, memainkan  musik pada kegiatan mědarorọ. Mělalide ; adalah semua yang berpartisipasi dalam memaikan  salude, bansị, arababu, ol᷊i, sasěsaheng. Bersamaan dengan  permainan musik, diikuti  oleh tarian salai yang di tarikan  oleh  ampuang dan baliang (pemimpin agama :  perempuan  dan laki-laki).

Mĕdaroro  dari  kata doro adalah :  roh baik yang membimbing seseorang dan merasukinya untuk sementara; jika seseorang mengeluarkan nafas atau jika ada anjing menggonggong, maka doro dapat "tumědohě", karena makhluk halus takut dengan gonggongan anjing.  Tumědohě dari  kata ĕdo ; mangědo artinya berhenti, mengakhiri;

Tau piạ doro e, orang yang dapat membiarkan makhluk halus mendatangi, merasuki. (kerasukan setan);  mahluk halus  yang dimaksud adalah setang ; setan.  Mĕdaroro adalah proses  menggumamkan mantra-mantra sakti.

 

Tarian  yang ditarikan oleh  ampuang  dan  baliang bersamaan  dengan permainan  ansambel  Lide merupakan turunan  dari  tari Lide pada ritual “sundeng” ; ritual pengorbanan  manusia. Perbedaannya  adalah : Penari  Lide  dalam  ritual Sundeng  adalah  Perempuan,  sedangkan  Penari  Lide yang  ditarikan  bersamaan  dengan  permainan  musik Lide  adalah  Laki-laki  dan Perempuan. Tari  Lide  pada  ritual  Sundeng  menjadi cikal  bakal Tari Gunde  dan Tari Salaing  Bawine yang  juga  mirip  dengan  Tari  Salaing Esẹ  dan  Salaing Lenso.

Dalam perkembangan  selanjutnya,  Tari  lide yang dimainkan bersamaan  dengan ansambel  musik  Lide hanya ditarikan  oleh perempuan  sambil menyanyikan lagu yang liriknya berisi pantun dan syair. 

Dalam proses pengembangannya, pemerintah  kabupaten kepulauan  Sangihe Talaud, beberapa  kali  mengadakan pergelaran musik  ol᷊i  dalam  ansambel  Lide setingkat  kabupaten. Pelaksanaan kegiatan  tersebut  masih  dilaksanakan  sampai akhir tahun 1960-an. Peserta   pergelaran  yang  masih aktif  sampai  pada   masa  itu  diantaranya grup musik  Manumpitaeng, Mahumu  dan  Tabukan  Tengah. (Sumber informasi ;wawancara dengan  Bpk. Yumbure  Kalenggihang, tahun 2006).

Sejak  awal  tahun  1970-an grup  musik Ol᷊i  yang  masih  hidup dan tetap eksis adalah  grup Musik  dari kampung Manumpitaeng. Selain bisa memainkan  musik, beberapa  penduduk kampung  Manumpitaeng  juga  bisa  membuat atau  memproduksi  alat-alat  musiknya. Dalam upaya  pelestarian, pemerintah  kampung Manumpitaeng terus mendukung pengembangannya  melalui  dana  desa. Grup  musik  Ol᷊i  kampung  Manumpitaeng telah  melakukan  pergelaran  di beberapa  kegiatan budaya  di  Sangihe, Manado  bahkan  di Jakarta.

Upaya pelestarian  yang dilakukan  oleh  kampung  Manumpitaeng  terhadap  musik  tradisi Sangihe telah membuahkan  hasil dengan  diperolehnya  sertifikan HAKI (Hak  Kekayaan  Intelektual) Indonesia. Pemerolehan HAKI  tersebut adalah  untuk alat-alatnya.

Kampung Manumpitaeng  sudah  sangat  berjasa  dalam  pelestarian  musik  tradisi  Sangihe  yang  hampir mati.   Untuk  terus  diingat  oleh  anak  cucu  di  masa depan, maka  seharusnya  duplikat  Sertifikat HAKI  terhadap  ansambel  musik  Lide  diberikan  kepada pemerintah  kampung Manumpitaeng.

1.      OL᷊I

Sangat sedikit catatan  Sejarah yang tersedia tentang  awal mula  alat  music  Harpa Mulut. Musik Harpa  Mulut, Harpa  rahang atau  Kecapi Mulut dikenal  juga  sebagai Kecapi Yahudi. Alat  music  Ol᷊i dari  suku  Sangihe  adalah  salah  satu  diantaranya.

Kecapi rahang, atau truf Yahudi, adalah salah satu instrumen nonperkusi paling awal yang sudah ada sejak dahulu kala kembali ke 400 Sebelum  Maasehi di beberapa bagian Cina dan Tenggara. Asia. Instrumen itu diduga bepergian ke seluruh Eurasia melalui jalur sutra. Bukti pertama kecapi rahang di Eropa berasal dari sekitar tahun 1200 Masehi. Meski diberi nama “Jew’s trump”, hanya istilah dalam bahasa Inggris yang mengandung istilah rasial. Bahasa lain tidak menyinggung agama atau ras secara khusus. Asal usul istilah tersebut Kecapi Yahudi dalam bahasa Inggris tidak diketahui, sebagian besar diturunkan melalui cerita rakyat. Istilah dalam setiap negara lain menyertakan “mulut” atau “rahang” dalam mendeskripsikan definisi  instrumennya. Sumber : Jaw Harp: An Acoustic Study. Simon_Li_Physics_406_Final_Report_Sp15.pdf.  https://courses.physics.illinois.edu

Sejarah kecapi rahang sudah ada sejak abad kelima Sebelum Masehi di Asia. Bukti arkeologi menyebutkan kedatangan instrumen tersebut di Eropa sekitar tahun 1200, dengan migrasi terjadi di sepanjang rute utara melalui Baltik. Karena sifatnya yang biasa-biasa saja, kecapi rahang jarang muncul dalam catatan sejarah atau seni. Dua pengecualian mencakup karya Pieter Bruegel the Elder, The Sleeping Peddler Robbed by Monkeys (1562), yang membantu mengidentifikasi para penjaja sebagai pemasok utama kecapi rahang, dan kisah tentang Pengadilan Penyihir Berwick Utara (1590-1592), di mana salah satu terdakwa tampil untuk James VI dari Skotlandia. Selain penyihir, pemain yang paling umum saat ini termasuk kelas bawah dan tantara. https://livesandlegaciesblog.org/

Kecapi  Yahudi  dikenal di seluruh dunia dengan banyak nama berbeda, tergantung negara asalnya. Beberapa nama Kecapi Yahudi di beberapa  negara :

1)     Inggris – Gewgaw

2)     Jerman - Maultrommel (yang artinya gendang mulut)

3)     Jepang – Koukin

4)     Rusia – Vargan

5)     Siberia – Khomus

6)     Filipina - Kubing

7)     Italia – Scacciapensieri

8)     Norwegia - munnharpa atau munnharpe

9)     Perancis – guimbarde

10)  Bali – genggong

Sumber : http://www.jewsharpguild.org/

Jenis-jenis  Harpa  Mulut, Kecapi  Rahang atau Harpa  Yahudi :

Berdasarkan  bahannya,  harpa  mulut  terdiri  dari  dua  jenis  yaitu Harpa  Mulut  Logam dan  Bukan  Logam.  Untuk  Harpa  Mulut  Indonesia Sebagian  besar terbuat dari  Bambu dan Pelepah  pohon Enau atau  Aren.

Beberapa  jenis  alat  music  harpa  mulut :

sumber Jaw Harp: An Acoustic Study. Simon_Li_Physics_

 

Jenis Harpa Yahudi yang paling umum adalah Harpa Yahudi berbentuk Busur atau Gigi dan Harpa Yahudi Lamellate atau Bibir. Kedua jenis truf tersebut dipegang dengan tangan yang sama dan dipetik dengan tangan yang lain. Harpa Yahudi berbentuk busur dipetik pada buluh, dan Harpa Lamelat di ujung bingkai. Buluhnya bergetar, menghasilkan nada dasar yang selalu terdengar saat dimainkan.

 

 

 

Sumber : https://www.danmoi.com

 

Berdasarkan  kamus Sangihe – Belanda,  alat  musik oļi diterjemahkan  sebagai kecapi mulut.  Dalam  bahasa   Bare’e =  o'oli, Bahasa Tondano = olingěn, bahasa Tombulu = o'oliěn, bahasa  Talaud = dol᷊i.

 

Sebuah  dongeng  dari  desa  Leilem-Sonder Minahasa  berjudul Monyet dan  Bangau, menceritaan kisah tentang alat musik  harpa  mulut. Dalam cerita tersebut memaparkan  bahwa  dalam  bahasa Toulour/Tondano alat  musik Harpa  Mulut dinamakan (Oolien),  dalam bahasa  Tountembouan dinamakan Oli-oli. Sumber : Teks Tontemboan Pengarang Schwarz, JAT (1836-1918) Rekan penulis Schwarz, J.Alb. Tahun penerbitan 1907

 

Alat  musik Ol᷊i memiliki  kesamaan bentuk dengan alat  musik  serupa di daerah-daerah   lain di  Indonesia  dan  sekitarnya tetapi berbeda nama  seperti :

1)     Melayu dan New Guinea: kepulauan Mentawai = jéjaok, jaja’u.

2)     Malaya, Gayo = popo, pépo

3)     Toba = saga-saga

4)     Karo = saga-saga , hodong-hodong

5)     Sumatra Pantai timur, Siak, Jambi, Palembang, Bengkulen =  cawan

6)     Lampong = juring

7)     Chinese island Hainan (dari  masa  pre-Malay =  Ha’s )

8)     Luzon = purivan

9)     Tinguians: ko(n)libao,

10)  Negrito and Bisayang: subing, Igorot = aphiw,

11)  Tagalog = barimbao,

12)  Kotabato =  kulaing,

13)  Lanau = kubing

14)  Mindanao ; bagian  barat Kalimantan  = rodiang , rudin, djungkih, dongkè

15)  See-Dayaks = ensulu , radièng sulu

16)  Bagian  Tengah Kalimantan = tong, uding 

17)  Kutai = gariding, garuding, tong, tahuntong

18)  Bagian  Barat  Jawa = karinding, karèng

19)  Jawa  Tengah  dan  Jawa  Timur  = rinding

20)  Madura = ginggung, rènding.

21)  Sangihé = Ol᷊i

22)  Sulawesi Utara = paré

23)  Bolaang Mongondow = oli-oli 

24)  Banggai = ngoling-oling, tonggoling

25)  Suku Wana (Sulawesi Tengah) = iori

26)  Posso = dinggo’é, woringi

27)  Saadang Toradja’s = karombi, gongga

28)  Bali = gènggung

29)  Lombok

30)  Bima = kakonggé

31)  Sumba = ngunggi, wéda

32)  Manggarai (West-Flores) = néntu

33)  Ngada (mid-west-Flores) = robe io,

34)  Nagéh  = wéfoio

35)  M'bai = kobèng Lio

36)  Mid-east Flores) = ego

37)  Paluwé = ginggong, wéda i

38)  Alor = tédang, dila ios

39)  Bonerate = rinda

40)  midwest-Timor = knobé

41)  Bélu’s (Central-Timor) = dada /feu lo, to/e//

42)  Buru = masaréts

43)  Ceram, Ambon, Ternate = kumfe/ug, Waighéo lls)

44)  Schouten-islands (Biak and Supiori) and the Waropèn-coast = songer 116 ))

45)  Humboldt-Bay and Lake Sentani = pumbune, bombom

46)  Central mountains of New Guinea = Awèmbiak: kwabage, Kapa’uku: kaidö, jonggonao: bigigi, Uhunduni = pikol

47)  Marind-anim in South New Guinea= zimbombo

Jika tidak disebutkan nama lokal untuk alat musik tersebut setelah nama tempat penemuannya, maka alat musik tersebut diberi nama umum Melayu, yaitu.: ghénggong. Sumber : hal. 41, Buku : Musik di Nias, oleh : Dr. J.Kunst, terbitan E.J.Brill : tahun 1939

Alat musik Ol᷊i terbuat  dari beberapa  bahan  seperti ; bambu  dan pelepah pohon  aren jenis Arenga  Australsica atau  yang lebih dikenal  sebagai pohon  sagu barụ. Model  alat  musik ol᷊i  terdiri  dari  dua  bentuk  yaitu ; menggunakan  tali dan  tidak  menggunakan  tali.

 

Dokumentasi  masa  lalu  mengenai  ansambel  musik Lide

1.      Pergelaran Ansambel  Lide di Kerajaan  Tabukan

Muziek Sangihe, Foto asli ditempel di buku : "Disampaikan apalah kiranja kehadirat Seri Padoeka Jang Maha Moelia, Toean Besar Goebernoer-Djenderal Hindia Belanda.

Peringatan kedatangan Jang Maha Moelia Gubernur  Jendral : Andries Cornelies Dirk de Graeff dikepoelauan Singihe, pada 24 hari bulan. September 1927. Keradjaan Taboekan". Tahun 1927. Sumber  foto : KITVL

Grup  Musik Lide  dari  kampung Lenganeng (perdusunan Lehase).

 

 

 

 

 

 

2.      Pemain ansambel Lide dan para  Ampuang di  kerajaan  Manganitu

 

Sumber : D.Brillman. Publikasi  tahun 1938

 

 

3.      SALUDE

Salude adalah sebutan di Manganitu, sedangkan di  Tahuna  adalah Sahune atau Sasahuneng.   Mengenai nama  tersebut tercatat  dalam  buku berjudul Sangireesch Teksten, karya dari Dr. N. Adriani, terbitan  tahun 1894.

Sahune adalah sebutan dalam  dialek Tahuna, untuk Manganitu Salude.

Alat musiknya berupa tabung bambu berdawai lima, dimainkan dengan tangan kiri, sambil diletakkan di pangkuan dan tangan kanan mengetuk salah satu ujungnya, yang berlubang. (hal.368)

Dalam  kamus  bahasa  Sangir-Belanda dipaparkan :

Sahune memiliki ketukan lebih cepat dari Salude Manganitu, lebih cepat dari tenkeľu ghanding Makaampo: mitu sahune, diikuti tabuhan gendang; manahune, gendang yang menabuh irama; kapanahunene, menabuh genderang dengan cara seperti itu di tari sumalo.

Alat  musik Salude atau Sasahunĕng memiliki  kesamaan bentuk dengan alat  musik serupa di daerah-daerah  lain di  Indonesia  dan  sekitarnya tetapi berbeda nama  dan  jumlah  dawai   seperti :

1)     Luzon-Pilipina = agong.

2)     Simalungun-Batak = jaja’ulu, kétëngkëténg.

3)     Pantai Barat Sumatera, Kalimantan, Sunda (Jawa Barat) = cëlëmpung, këndang awi, këtuk aiv.

4)     Jawa Tengah = gumbëngs, gumbëng rëbah, këtung-këtung.

5)     Minahasa, Bolaang Mongondow barat laut, Toraja, Posso = tandilo.

6)     Sulawesi Selatan = ganrang bulo, sattung

7)     Banggai = bèbèndé, poponding, tambiling.

8)     Bali = guntang

 

Sumber : hal. 41, Buku : Musik di Nias, oleh : Dr. J. Kunst, terbitan E.J.Brill : tahun 1939

 

 

4.      BANSỊ

Pemunculan  kosa  kata  “bansi”  ditemukan dalam sebuah  cerita  yang  menulis alat pemeras minyak  bernama bansi u wawi. Diceritakan pula suara bansi sama dengan suara  tawon yang disebut sebagai senandung tawon, suara yang dihasilkan  dari sarang tawon dianggap  sebagai alat musik  tetapi lebih  mirip  suara  Arababu.

 

Dalam  berbagai  cerita  Sangihe  telah  menyebut  kata bansi seperti :

Kisah : NABAL᷊A

Bou ene i Nabala e neberac wue : "Mensang pangukahe bantang , Mykonda , pamungkaese  bioko , buhne takateng mamundale. Bou ene Nabala e neberae lai : "Kamageng itentang mamundaļě , itunaning mamarasi , panindų bébiren sarą , podang goghaheng iạ marenta. Kumbahang mebansi bawello , měturali basanalu , dinga makagĕnggang naung , makapapempang doko. " Bou ene i Nabala e mengkatewe limintų , ará tanáce kute kai kinetokang , kai i sie tawe nědian ene , man fanae limintų . Bawewe su tumbalatung e o , tumbalatung sembua napědi , kai i sie man tawe napeto u manga lawe enda e , man sasae simake , sumbaļi i Mekonda e měngkai mameto . Sarang i Nabala nasake , rimasche tahiti raha , r. palalaheng e naposo , kai i sire mengkatewe něhěngkase baļango , napatiralang namundale . Ené sarang su ļaudě e , i sire kai nihombangeng wanua maiha , haki tawe ligha nakatingara wanua. ( penggalan  cerita, hal : 5 ).

Hal ; 45-46 : Kuteu i Waha e negellie si Ansuang e , tangú e sie mengkatewe naiang su lokong e , ute tempu ene namegase si Ansuang Kamageng i Ansuang tumalang , tempu e maẹ̆nna , arawe i Waha e sen timalang , bou nangakale si Ansuang e. Boue' i sie nakaẹ̆bą mamaměhase l᷊ana , tangú i Waha e neberáe : Pamehoko . i kamene ! iako maměhase . " Tangú sarúeng i sie měkěkudidi dalewangeng e , tangú piąewe tau ĕnsaẹ megongge, kutẹu kai i Ansuangke wue . Pia tembo-e kinasiloe, tangú i Waha e nakiwaloe : Upung ! Kai solong apa , Upung ? " Angkûng i Ansuang u : " Manahusu si Waha . " Tangú angkûng i Waha u : Pia tau sasaẹ kere', susaļupa . " Arawe i Ansuang e nakiwaloe wue si Waha e : " I kau wue , Kạ Baha , kai měkěkapú ? „

Angkung i Waha u : "Ia kai mělělukadě bansi i Wawuku ."

Angkûng i Ansuang u : "Ia mēbansikowe ringang ."

Angkûng i Waha u : "Ia kai 'peberangeng i Wawu̟ku. "

"Tala " , angkûng i Ansuang ia e měbansikowe ringang."

Tangú i Waha mengkatewe namala ; kuteu saraeng i sie měkěkudidi , tangú i sie

nahepese ; arawe i Waha e semben nakatalang

kapia , tangú i sie rimaļeng . Nakeba dano ghegere , i sie naiang

sene . Sarang i sie maiang , tangú nakasiloewe pia taumata endaị

megongge ; arakuteu i Ansuangkewe kapia. Tangú i Waha e nakiwaloe : "Upung ! kai

solong apa , Upung?" Angkûng i Ansuangu : "Kai manahusu si Waha. " Angkung i

Waha u : "O , kai pią tau susaļupa taraj kere . " " O , i kan wue , Ka Baha , kai měkě-

kapura sini e ?"

            hal ; 373, Nasusan bansi napědi , ahjen ta buļo l᷊ana.

hal ; 408, Apa arti kaemba - kapale bagi seekor burung tidak diketahui. Pasti burung laut, juga

dari kata manukang itu digunakan lebih lanjut; manukang adalah sejenis burung camar. -

Manurali atau měturali itu adalah Sasah. untuk mebansi, memainkan seruling bansi.

Kata  Bansi  tertulis juga  sebagai  berikut : mauli u mang i ninangku; kung i kamene u waline, kuteu mang aku nimangku!  Anda tidak perlu tahu baginda si Sasaļika, arawe dan Sasaļika sen timalang , kuten sen nakaĕba kalu Lampawanua. Aku akan mengangkatnya nanuwang. Sarang nahaka , nametehe, boue' nëlohang unid-e , woue' simúe su ralung-e, mase něbansi, nangarababu. sumber : Sumber : Sangireesche Teksten_108 met vertaling en aanteekeningen Uitgegeven door Dr. N. Adriani.Uitgegeven door het koninklijk instituut voor de taal-, Land- en volkenkunde van nederlandsch-indie .Instituut Kern Leiden 'S- gravenhage , Martinus nijhoff. 1894 .

Alat  musik Bansị memiliki  kesamaan bentuk dengan daerah-daerah  lain di  Indonesia  dan  sekitarnya tetapi berbeda nama, serta  jumlah lobang  nada dan  cara  tiup,  seperti :

1)     Luzon  = seurunè , bangsi

2)     Gayu-district = surunè, bangsi, suling tso

3)     Alas-district = béngsi isi

4)     Simalur = sangkaduh

5)     Siak = bansi

6)     Toba-districts = singkadu, tulila

7)     Mënangkabau, Jambi = sërdam

8)     Kubu’s in South Sumatra = sarunei

9)     Bangka, Bantên = talèot

10)  Batavia = bangsing

11)  Central Priangan = srompèian, bangsing

12)  Muna, South-Celebes = paloi

13)  Southern and Central Toradja districts = pellè , tulali, suli-suti, basing-basing

14)  To Wana (Sulawesi Tengah) = tulali

15)  Kei-islands = sawergnil

16)  Timor (Belu-districts); Ceram = Suling 200 ))

17)  Sula-islands = pin, hingu, gala

18)  Tidore; Ternate = suling

19)  Bacan, Halmahéra = gala, bangsil

20)  Toba-districts = tulila

21)  Mënangkabau = salung pandjang

22)  Jambi = bangsi

23)  Mentawai-islands = pipia'u

24)  Bengkulen = kërilu(ng), salung, sèrdam

25)  Enggano ; Palembang = sèrdam 267

26)  Western district of Borneo = bangsi, tëlali, suling andong

27)  South- and South-eastern districts of Borneo (Kutai) = sërutu, suling, këlali 

28)  Sangihé = bansi

29)  Bolaang Mongondow = bansi

30)  Toli-toli ; Central-Celebes = lolowé, tuyali

31)  To Wana = tulali

32)  South-Toradja double-instruments;Banggai = tilalu

33)  South-Celebes = suling, basing turioli, basing

34)  Bugis ; Salayer, Muna  = suling bulo  

35)  Sunda = suling pèlog, suling salèndro, suling dégung, hatong manuk,

36)  Central- and East-Java = suling pélog, suling bëm dan suling barang, suling sléndro, suling réog, sulingan

37)  Madura = sölëng

38)  Baii = suling cénik, suling geguritan soi, suling gëdé

39)  Lombok = suling.

40)  Bima = calitu

41)  Flores, Manggarai  = sunding,

42)  Lio = féko, klèkor.

43)  Bonerate, Alor = hilung

44)  Kei-islands = sawergnil

45)  Sula-islands = pin

46)  Tidore = bangsëli

47)  Ternate = suling

 

 

 

5.      SASESAHENG

Dalam  kamus  Sangihe-Belanda  (hal ; 405) menjelaskan  bahwa  sasěsaheng  adalah :

1)     Alat untuk mengeluarkan suara  terbuat dari  bahan timběllang  (jenis bambu)  yang  dipukul.

2)     Alat yang lain untuk mengeluarkan bunyi, ditaruh di atas lisung (wadah untuk  menumbuk padi) sehingga menimbulkan bunyi pada saat menumbuk padi; orang Siau menyebutnya běsahě, sěsahě.

Kata sasěsaheng  berasal  dari  kata sesahě (hal;421)  adalah alat musik daru  bahan  bambu (timběllang), fungsi utamanya  adalah :  untuk hiburan kaum muda. Sumber : Sangireesche Teksten_108 met vertaling en aanteekeningen Uitgegeven door Dr. N. Adriani.Uitgegeven door het koninklijk instituut voor de taal-, Land- en volkenkunde van nederlandsch-indie .Instituut Kern Leiden 'S- gravenhage , Martinus nijhoff. 1894 .

 

Secara  umum di  Indonesia alat  musik  Sasesaheng  bentuknya  menyerupai  garpu  tala.   Dengan  bentuk  yang  sama  dengan  sasěsaheng. alat   musik  serupa  di  daerah  lain di  Indonesia  dan  sekitarnya  bernama :

1).  Di Filipina di antara suku Bontok, Igorot, dan Tinguis di Luzon Utara =  bunkak (an) atau

bilbil.

3)     Dalam bahasa  Sangihé (sasësahèng ), identik bentuknya dengan alat musik Nias. Musik  ini  kemudian  di bawa oleh  orang  Sangir  ke  Talaud.

Kaudern seorang prajurit yang  pernah  bertugas  di Sulawesi menganggap  bahwa  musik  tersebut  adalah alat  musik  “asli” di sekitar Sangihé.

4)     Di Mamasa =  gongga

5)     Di Kulawi = galö

6)     Di Semenanjung selatan dan tenggara pulau  Sulawesi = oraé-oraé, ora-ora

7)     Madjénë = jarumbing 63 )) adalah  replika persis tipe Nias, hanya saja ukurannya lebih besar dan sering dihiasi a cincin anyaman rotan di sekeliling gagangnya.

8)     Toraja Tenggara pada  suku To Wana = talalo

9)     Banggai = talalu sering kali selain dua lubang jari di ujung “hórd” terdapat lubang ketiga di tempat yang sama di mana beberapa spesimen Filipina hanya mempunyai satu.—Variasi ketiga.

10)  Sulawesi Timur = taodo. Ini tidak hanya tanpa lubang jari, tetapi juga tidak memiliki nodium yang menutup pegangan pada jenis lainnya.

11)  Sulawesi Utara, seperti yang ditemukan di Bolaang Mongondow = dadako, seringkali tidak ada lubang jari, dan pegangannya relatif kecil panjang.

12)  Di Kepulauan Sula khususnya di Taliabu = kakonti, kokonti ; instrumen tersebut memiliki dua lubang jari biasa.

13)  Di Ternate = baka-baka. Apakah ini alat  musik impor ? Satu-satunya spesimen yang diketahui, diberikan menurut saya pribadi oleh petugas distrik, tidak ada lubang jari, dan berasal dari kampung Makasar, yang tentu saja menunjukkan koloni Sulawesi Selatan.

 

Sumber : Judul Musik di Nias. Pengarang : Dr.J.Kunst. Rekan penulis Carriere-Lagaay, JSA Bork-Feltkamp, ​​​​AJ van Kleiweg de Zwaan, J.P. Simbriger, Heinrich. Tahun penerbitan 1939-1940

 

 

6.      Arababu

Dalam  kamus bahasa  Sangir - Belanda (hal.13) memaparkan : arababu,  serupa  dengan biola, terbuat dari batok kelapa yang dihaluskan, sepotong kulit kambing, dengan rotan dan ter yang menempel pada tutupnya, sepotong bambu yang paling tipis dan untaian benang koffo yang dipilin, dan  dimainkan dengan  salúdę, ol᷊i dan bansi secara bersama-sama, alat musik ini menghasilkan sejenis musik yang melengking.  Dalam  bahasa  Jawa dan  Melayu   disebut  Rebab

Rebab bukanlah alat musik asli Jawa. Kemungkinan besar berasal dari Persia atau Arab, budaya musik yang memiliki sejarah panjang chordophone membungkuk dengan tabel suara kulit dan nama seperti rabab. Beberapa versi instrumen tersebut kemungkinan besar diperkenalkan ke Jawa setelah periode Hindu-Jawa (pasca abad ke-15) ketika pengaruh Islam semakin mempengaruhi budaya Jawa. Sumber :  omeka-s.grinnell.edu/s/musicalinstruments

Rabāb , biola Arab, instrumen membungkuk paling awal yang diketahui dan induk dari rebec Eropa abad pertengahan. Ini pertama kali disebutkan pada abad ke-10 dan menonjol dalam musik Arab abad pertengahan dan kemudian. Pada abad pertengahan, kata rabāb juga merupakan istilah umum untuk instrumen membungkuk apa pun. Rabāb memiliki perut membran dan, umumnya, dua atau tiga senar. Biasanya tidak ada fingerboard, senarnya dihentikan oleh jari pemain. Bentuk tubuh bermacam-macam. Rabāb berbentuk buah pir dan perahu sangat umum dan mempengaruhi rebec. Ada juga benda datar, bulat, trapesium, dan persegi panjang. Di seluruh Timur Tengah dan Afrika, serta Asia Tengah, India bagian utara, dan Asia Tenggara, kata rabāb, rebab, atau nama turunan lainnya mengacu pada biola berduri—yaitu, biola yang memiliki badan bulat atau silindris kecil dan tampak seperti tusuk sate. oleh leher yang sempit. Sumber : https://www.britannica.com/art/rabab

Arababu dalam bahasa  Tobelo  adalah  alat  musik  sejenis  biola,  sumber : kamus  bahasa  tobelo, A. Hueting, terbitan 1908

 

 

 

 

 

 

 

 


Postingan populer dari blog ini

Sangihe - Siau - Taghulandang sampai tahun 1939

Mengenal Gajah Purba Sangihe, Stegodon Pintarengensis

SEJARAH DESA PINAPALANGKOW