HUT KOTA MANADO KE 402 TAHUN
402 tahun KOTA MENADO
- MINAHASA
WALIKOTA PERTAMA
Asal Usul Kata Manado
Etimologi:
Kata “Manado” berasal dari bahasa lokal Minahasa atau
Sangir-Talaud kuno:
- Dari
Marau, Mararau, Manaro (sangihe) artinya sangat jauh &
sinar pagi dari
utara, "Mana rou" atau "manadou" artinya "di
jauh sana" atau "di tempat yang jauh".
- Kata
ini awalnya merujuk pada Pulau Manado Tua, sebuah pulau gunung api yang
terlihat mencolok di sebelah barat Teluk Manado.
Catatan Sejarah:
- Sebelum
abad ke-17, nama Manado merujuk ke Pulau Manado Tua, bukan ke daratan
(saat ini Kota Manado).
- Sekitar
awal abad ke-17, ketika penduduk dari pulau itu pindah ke daratan utama
karena serangan bajak laut atau kondisi lingkungan, nama “Manado” ikut
berpindah ke daratan.
- Catatan
Portugis dan Spanyol sekitar 1623 sudah mencantumkan nama “Manado” untuk
pemukiman baru di daratan.
- Catatan
Belanda (VOC) juga mencatat “Manado” sebagai nama resmi untuk benteng, pos
dagang, dan pelabuhan mulai 1625–1655.
“De naam ‘Manado’ komt van het eiland ‘Manadotua’ dat
oorspronkelijk door de inlanders werd bewoond voordat zij naar het vasteland
trokken.”
(Graafland, E.W.G. Minahasa: Het Land en Zijn Volken, 1898)
2. Asal Usul Kata Wenang
Etimologi:
Kata "Wenang" berasal dari nama pohon besar
yang tumbuh di daerah itu:
- Pohon
Wenang (sejenis pohon beringin atau bergetah) dianggap keramat dan menjadi
penanda wilayah oleh masyarakat Minahasa.
- Dalam
versi Minahasa disebut kayu
Wenang (bahan dasar bilah
Kolintang) dalam
tradisi sangihe sama
dengan “kalum Bintang”
(bercahaya) kulit pohonnya
digunakan sebagai “bawakuling”.
- Wilayah
awal yang disebut Wanua Wenang adalah pemukiman pertama di sekitar Sungai
Tondano.
Catatan Sejarah Lokal:
- Wenang
dianggap sebagai nama asli daerah Kota Manado sebelum kolonial.
- Tokoh
lokal seperti Dotulolong Lasut, pemimpin Minahasa abad ke-15/16, tercatat
mendirikan pemukiman di Wenang.
- Nama
Wenang masih dipakai dalam beberapa nama kawasan/kecamatan, seperti Kecamatan
Wenang di Kota Manado saat ini.
- Sejumlah
dokumen VOC awal bahkan menggunakan kedua nama: "Wenang" sebagai
kawasan lokal dan "Manado" sebagai pelabuhan atau nama dagang.
Proses Peralihan Nama: Wenang → Manado
- Sebelum
abad ke-17: Nama lokal Wenang digunakan oleh masyarakat Minahasa untuk
wilayah hulu Sungai Tondano.
- 1610–1623:
Kolonial Portugis dan Spanyol mulai menyebut kawasan pesisir sebagai
“Manado”, karena lebih dekat ke pelabuhan dan pulau Manado Tua.
- 1623:
Nama “Manado” digunakan secara resmi oleh kolonial Spanyol dan VOC untuk
menyebut kawasan strategis di pesisir, termasuk pusat pemerintahan dan
perdagangan.
- Akhir
abad ke-17: Nama “Wenang” mulai surut sebagai nama kota, tetapi tetap
digunakan secara lokal untuk nama wilayah administratif.
Sumber-Sumber Rujukan:
- E.W.G.
Graafland. Minahasa: Het Land en Zijn Volken, 1898.
- Riedel,
J.G.F. De Minahasa in 1860 (Leiden, KITLV, 1872).
- Wenas,
J.P. Sejarah dan Kebudayaan Minahasa, 2007.
- Ensiklopedia
Nasional Indonesia (LIPI, 1995), entri “Manado”.
- Kompas.com
- Manadokota.go.id
Sejarah Awal Manado (Pra-Kolonial hingga Era Portugis dan
Spanyol)
Kota Manado awalnya dikenal sebagai Wanua Wenang yang
didirikan sekitar abad ke-13 oleh masyarakat Minahasa dengan tokoh legendaris Dotulolong
Lasut sebagai pemimpin utama (liputan6.com,
Wikipedia).
Versi lain menyebut bahwa Manado berkembang dari pemukiman Pogidon dan mulai
dikenal oleh orang luar pada abad ke-16 (Wikipedia).
Pada awal abad ke-16, orang Portugis tiba di wilayah ini
dan menjadikannya bagian dari kerajaan Ternate melalui penetapan vasal. Mereka
mendirikan pos perdagangan di Wenang. Kemudian, Spanyol mengambil alih,
menguasai Minahasa dan membangun benteng di Manado, menjadikannya pusat
perdagangan kopi dengan mitra pedagang Tionghoa (Malesung).
Nama "Manado" mulai digunakan sejak tahun 1623,
menggantikan Wenang, dan tercatat dalam dokumen resmi bangsa Eropa. Pergantian
nama ini juga didorong oleh penggunaan nama tersebut oleh Portugis, Spanyol,
dan Belanda dalam arsip mereka. Beberapa sumber menyebut pergantian resmi
terjadi oleh Spanyol pada 1682 dan dicatat oleh VOC Belanda antara 1677–1682 (KOMPAS.com).
Masa VOC / Belanda
Pada 1658, VOC membangun Benteng Amsterdam (Fort
Amsterdam) di Manado sebagai pusat penguasaan dan perdagangan mereka di
wilayah Minahasa (Wikipedia). Misionaris Belanda seperti Riedel dan John
Gottlieb Schwarz mulai menyebarkan agama Kristen; Gereja Tua (Oude Kerk), kini Gereja
Sentrum, menjadi berdiri pada masa itu (Wikipedia).
Di masa Belanda, Manado menjadi pusat tinggal pahlawan dan
tokoh nasional seperti Pangeran Diponegoro yang diasingkan ke Manado
pada tahun 1830 oleh pemerintah kolonial Belanda (Antara News Sulawesi
Utara). Pada tahun 1859, biologiwan Inggris Alfred Wallace
mengunjungi Manado dan mengagumi keindahan kota ini (Wikipedia).
Perkembangan Status Kota & Hari Jadi
Pada tahun 1919, melalui keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, kawasan Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente dengan
pembentukan Dewan Gemeente dan wali kota sebagai pimpinan pemerintahan kota.
Ini menjadi landasan administratif bagi Manado sebagai kota modern (Manado Kota).
Status administratif Manado berkembang cepat:
- 1951:
Menjadi bagian kota administrasi Minahasa.
- 1953–1954:
Berstatus Daerah Kota Manado otonom.
- 1957:
Ditetapkan sebagai Kotapraja.
- 1959:
Menjadi daerah tingkat II.
- 1965:
Resmi menjadi Kotamadya Wilayah Tingkat II Manado (Manado Kota).
Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Manado resmi ditetapkan
pada 14 Juli 1623, yang menjadi simbol tiga peristiwa penting:
- 14:
diambil dari peristiwa heroik Merah Putih pada 14 Februari 1946;
- Juli:
mengacu pada keputusan yuridis keluarnya Besluit Gubernur Jenderal pada
Juli 1919;
- 1623:
sebagai tahun saat nama Manado mulai muncul dalam dokumen resmi Eropa (Manado Kota, liputan6.com).
Sejak 14 Juli 1989, tanggal tersebut diperingati
secara resmi sebagai HUT Kota Manado, dan perayaannya terus berlanjut hingga
kini (Manado Kota).
Daftar Referensi Utama / Buku
- Hasanuddin,
A. (2020). Sejarah Sulawesi Utara. Nusa Medan. (Duta
Dama Sulawesi Utara)
- Zuber,
M. (2018). Sejarah Kota Manado. Rizal Press. (Duta
Dama Sulawesi Utara)
- Suara
Sulut (2021). Sejarah Kota Manado. Retrieved online. (Duta
Dama Sulawesi Utara)
Daftar lengkap Wali Kota Manado dari masa kolonial hingga
sekarang dalam bentuk narasi berurutan tanpa tabel:
Berikut ini adalah daftar Wali Kota Manado dari masa
kolonial hingga sekarang, lengkap dengan biografi atau catatan sejarah
singkat tiap wali kota:
Zaman Kolonial Belanda (1928–1942)
- Frederik
Hendrik van de Wetering (1928–1933)
Seorang pejabat kolonial Belanda yang menjabat sebagai Burgemeester (wali kota) Manado pertama dalam sistem pemerintahan kota modern Hindia Belanda. Tidak banyak dokumentasi lokal, namun namanya tercatat dalam arsip kolonial sebagai tokoh administratif. - H.
F. Brune (1933–1936)
Pejabat sipil Belanda yang melanjutkan kebijakan administratif sebelumnya. Ia tercatat dalam catatan Hindia Belanda sebagai pegawai negeri senior. - Dirk
Kapteijn (1936–1940)
Lahir 1894, wafat 1945. Seorang administratur sipil Belanda yang juga tercatat pernah bertugas di beberapa kota di Sulawesi dan Kalimantan. Meninggal dalam masa Perang Dunia II. - H.
Dallinga (1941–1942)
Menjabat sebentar sebelum Jepang menduduki Manado. Dokumentasi tentang dirinya sangat terbatas.
Zaman Pendudukan Jepang (1942–1945)
- Minori
Yanai (1942–1943)
Pejabat militer Jepang. Dalam sistem Jepang, kepala kota lebih berfungsi sebagai pengawas militer dan sipil. Tidak banyak arsip tentang kegiatan sipilnya. - Suzuki
(1943–1944)
Nama lengkap tidak diketahui. Menjalankan kontrol militer dan pemantauan rakyat serta aktivitas ekonomi. - K.
Ishida (1944–1945)
Pejabat terakhir Jepang yang memerintah Manado sebelum menyerahnya Jepang dalam Perang Dunia II. - Albertus
B. Waworuntu (1945)
Tokoh lokal pertama yang memimpin kota pasca-pendudukan Jepang. Masa jabatannya sangat singkat, tetapi simbolis karena terjadi saat transisi kekuasaan dari Jepang ke Republik.
Era Republik Indonesia (1945–sekarang)
- Bernard
Wilhelm Lapian (1945–1947)
Pahlawan Nasional asal Minahasa. Ia dikenal sebagai tokoh pergerakan dan mantan anggota Volksraad. Lapian adalah Wali Kota Manado pertama di era kemerdekaan. - Evert
Rynhart Samuel Warouw (1947–1950)
Tokoh intelektual Minahasa yang menjabat dalam situasi politik yang belum stabil antara pro-Republik dan pro-NICA. - Augustine
Magdalena Waworuntu (1950–1951)
Salah satu perempuan pertama yang menjabat sebagai kepala daerah di Indonesia Timur. Namanya tercatat dalam sejarah sebagai pelopor keterlibatan perempuan dalam pemerintahan. - Hendrik
Reingardt Ticoalu (1951–1952)
Tokoh pendidikan dan administrasi. Pernah aktif di bidang sosial kemasyarakatan. - Benjamin
J. Lapian (1952–1953)
Kemungkinan kerabat dari B.W. Lapian. Berperan dalam transisi pemerintahan sipil setelah agresi militer Belanda II. - Jurian
Tilu Parera (1953–1955)
Menjabat selama masa konsolidasi pemerintahan kota. Kurang informasi publik tentang latar belakangnya. - Jakin
Intan Permata (1955–1958)
Tokoh dari PSII. Ia memimpin dalam masa demokrasi parlementer dan penguatan peran partai Islam di daerah. - Jan
Piet Mongula (1958–1960)
Menjabat pada awal Orde Lama, saat kebijakan pembangunan daerah mulai diperkuat. - Fransiscus
Walandouw (1960–1965)
Menjabat cukup lama dan berhasil menstabilkan administrasi kota di tengah situasi nasional yang memanas menuju G30S. - Soepani
(1965–1966)
Menjabat pada masa peralihan ke Orde Baru. Dokumentasi publik sangat minim. - Rauf
Mo'o (1966–1971)
Pejabat militer dari ABRI. Memimpin pada awal Orde Baru dan menekankan stabilitas keamanan. - Johnny
Henri Pussung (1971–1975)
Juga dari kalangan militer. Fokusnya adalah memperkuat administrasi kota dan infrastruktur. - Adolf
Albert Pelealu (1975–1985)
Salah satu wali kota dengan masa jabatan terpanjang. Dikenal memperluas wilayah kota dan membangun struktur pelayanan masyarakat. - Najoan
Habel Eman (1985–1995)
Lulusan pemerintahan yang juga menjabat selama 10 tahun. Era kepemimpinannya mencakup banyak program pembangunan kota di masa Orde Baru. - Lucky
Harry Korah (1995–2000)
Akademisi dan birokrat yang mulai mengadopsi prinsip transparansi dan partisipasi publik menjelang era reformasi. - Wempie
Frederik (2000–2005)
Menjadi wali kota pada masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Wakilnya adalah Teddy Kumaat. - Jimmy
Rimba Rogi (2005–2008)
Dari Partai Golkar. Dikenal dengan pendekatan populis, namun sempat tersandung kasus hukum. Wakilnya Abdi Buchari. - Vicky
Lumentut (2010–2015 & 2016–2021)
Dua periode. Pada periode pertama dari Demokrat dengan wakil Harley Mangindaan, dan periode kedua dari NasDem dengan wakil Mor Dominus Bastiaan. Dikenal dengan pembangunan kawasan publik, revitalisasi, dan teknologi administrasi. - Andrei
Angouw (2021–sekarang)
Wali kota pertama dari etnis Tionghoa dan dari PDI-P. Memimpin bersama wakil Richard Sualang. Fokus pada penataan infrastruktur, kebersihan, dan reformasi birokrasi.

