SENI TATO DARI KEPULAUAN TALAUD TAHUN 1691

 

SENI  TATO  DARI  KEPULAUAN  TALAUD TAHUN 1691

DALAM KISAH SEJARAH PANGERAN GIOLO

Jejak Budak Bertato dari Pulau Miangas (Kepl.Talaud)

dalam Catatan Kolonial Inggris 

An etching of 'Prince Giolo,' a tattooed slave captured from the Island of Miangas by William Dampier’s expedition in 1691.

Tempat asal Pangeran Giolo disebut sebagai Pulau Miangas, yang terletak di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Meski dalam catatan kolonial nama pulau ini sering kali ditulis dengan berbagai ejaan seperti Meangis, Miengas, atau Mangis, nama resminya saat ini adalah Pulau Miangas, dan dikenal juga secara lokal dengan nama Palmas.

Pada akhir abad ke-17, Eropa dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki bertato penuh yang dibawa dari negeri tropis nan jauh di timur. Ia dijuluki "Pangeran Giolo", dan tubuhnya yang dihiasi ukiran-ukiran hitam pekat dari kepala hingga kaki menjadi tontonan publik di kota London. Namun, di balik kisah eksotisme itu, tersembunyi cerita tentang perbudakan, kolonialisme, dan bagaimana tubuh manusia non-Eropa diperlakukan sebagai objek hiburan dan studi ilmiah oleh kekuatan kolonial.

Pangeran Giolo, atau Jeoly sebagaimana ia kadang disebut, berasal dari sebuah pulau kecil di ujung utara Indonesia: Pulau Miangas, yang kini masuk wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Dalam catatan pelaut Inggris William Dampier, Giolo disebut sebagai seorang lelaki yang berasal dari "Pulau Meangis," dan dibeli dari para pemilik budak di wilayah Mindanao pada tahun 1691.

Giolo bukan sekadar tawanan. Ia disebut-sebut sebagai anak dari seorang kepala suku atau raja setempat — sehingga kemudian ia dijuluki oleh orang Inggris sebagai “Prince Giolo”. Apakah klaim ini benar atau dibuat-buat sebagai strategi pemasaran oleh Dampier? Sampai kini, pertanyaan itu tetap menggantung.

Penerapan  ragam  Hias  Koffo  Sangihe  sebagai Ornamen  Tato

Apa yang membuat Giolo sangat mencolok adalah tato-tato di seluruh tubuhnya — dari wajah, dada, lengan, punggung, hingga kaki. Dalam catatan Dampier (A New Voyage Round the World, 1697), disebutkan bahwa tato tersebut berbentuk pola geometris, hewan, dan simbol-simbol suku, ditusuk dengan jarum dari duri dan diwarnai dengan arang atau jelaga.

Bagi masyarakat tempat asalnya, tato bukan sekadar hiasan. Ia melambangkan status, keberanian, pengalaman, dan peran sosial. Namun, ketika dibawa ke Inggris, tubuh bertato Giolo justru dipandang sebagai fenomena asing, bahkan ganjil, yang layak dijadikan objek tontonan.

Pada tahun 1692, Giolo dibawa ke London. Ia dipamerkan sebagai bagian dari tontonan publik — pertunjukan manusia asing yang lazim saat itu. Poster-poster menyebutnya sebagai “Painted Prince” dari pulau eksotis di Samudera Hindia, dan masyarakat membayar untuk melihatnya.

Tubuh Giolo dijadikan spektakel. Ia menjadi simbol eksotisme dunia Timur yang “liar namun mempesona,” sebuah narasi kolonial yang mendominasi imajinasi Eropa terhadap bangsa-bangsa di Asia dan Pasifik. Narasi ini menciptakan othering, yaitu pandangan bahwa mereka yang berbeda dianggap lebih rendah atau sebagai "objek".

Sayangnya, Pangeran Giolo tidak hidup lama di Inggris. Ia tertular penyakit smallpox (cacar) — sebuah wabah yang lazim di Eropa namun asing bagi sistem kekebalan tubuh orang-orang tropis. Giolo wafat tak lama kemudian.

Yang lebih menyedihkan, tubuhnya tidak dikubur dengan hormat, melainkan dibedah dan diawetkan untuk keperluan medis dan studi ilmiah. Potongan tubuhnya disimpan di universitas dan museum sebagai “spesimen etnologis.”

Hingga kini, Pangeran Giolo tetap menjadi sosok yang membekas dalam sejarah kolonialisme global. Ia adalah simbol dari banyak hal:

  • Perdagangan manusia dan perbudakan di Asia Tenggara.
  • Representasi tubuh "asing" dalam narasi kolonial Eropa.
  • Kejutan budaya antara masyarakat tradisional dan kekuatan kolonial.

Ia juga menjadi tokoh penting dalam studi sejarah tato, etnografi, dan hubungan antara Eropa dan Asia-Pasifik pada masa kolonial awal.

Kisah Pangeran Giolo adalah kisah dari seseorang yang berasal dari pulau terpencil namun menjadi simbol dalam peta sejarah dunia. Ia bukan hanya “manusia bertato” — tetapi juga saksi bisu dari bagaimana kekuasaan kolonial memperlakukan manusia dari budaya lain sebagai objek hiburan, studi, dan kontrol. Namanya boleh tenggelam dalam sejarah resmi, tetapi tubuhnya telah mencatatkan sejarah yang tak bisa dihapus tinta.

Referensi :

  • Dampier, William. A New Voyage Round the World. London: James Knapton, 1697.
  • Caplan, Jane. Written on the Body: The Tattoo in European and American History. Princeton: Princeton University Press, 2000.
  • Thomas, Nicholas. Entangled Objects. Harvard University Press, 1991.
  • British Museum. “Portrait of Prince Giolo.”
  • Gell, Alfred. Wrapping in Images: Tattooing in Polynesia. Oxford University Press, 1993.

 

Postingan populer dari blog ini

Kampung Tariang Baru,Tabukan Tengah, Pulau Sangihe, Rayakan HUT ke-133

PERIODISASI SEJARAH MINAHASA DAN CIKAL BAKAL PENGGUNAAN NAMA MINAHASA

MASAMPER SANGIHE: DARI MEBAWALASE KE PENTAS LOMBA