DARI SIBOLD ULFERS KE PENOLONG INJIL JANTJE SENGKEY

 

SIBOLD ULFERS DI TIENHOVEN DAN HEEMSE

Sumber  :

Lingkaran Sejarah Maarssen. (1972–).

Lingkaran Sejarah Maarssen.

Maarssen: Lingkaran Sejarah Maarssen.
ISSN 1384-0967.

 

 

Jika Anda bertanya kepada penduduk Maarssen atau Hardenberg apa lagi kesamaan yang dimiliki kotamadya mereka, selain Sungai Vecht dan fakta bahwa mereka memiliki pemain seluncur es yang hebat, hanya sedikit yang akan menjawab bahwa kedua kota tersebut memiliki jalan yang dinamai Sibold (Sibold) Ulfers (1852-1930). Namun, kehormatan itu memang dianugerahkan kepada pendeta dan penulis Ulfers yang kini agak terlupakan. Misalnya, kota Tienhoven di Utrecht, di kotamadya Maarssen, mendapatkan jalan bernama Ds. Ulferslaan sekitar tahun 1975, dan Hardenberg di Overijssel mengikutinya pada tahun 2001 dengan Ulfershof. Mengapa jalan-jalan tersebut dinamai Sibold Ulfers?

 

Pendeta, penulis

 

Pendeta Sibold (atau Siebold) Ulfers (lihat gambar 1) lahir pada tanggal 25 Juli 1852, di Kemelemboeai di Çelebes, yang saat itu merupakan Hindia Belanda. Ayahnya bekerja di sana sebagai misionaris. Sibold belajar teologi di Utrecht, sudah menjadi pendeta di Domburg pada usia 22 tahun, dan kemudian ditahbiskan sebagai pendeta Reformasi Belanda di Tienhoven oleh saudaranya, Pendeta D. Ulfers, pada tanggal 5 September 1880. Sibold Ulfers menikah dengan Johanna Hendrika Jacoba Bätz dan memiliki beberapa anak dengannya, dua di antaranya lahir di desa Tienhoven. Keluarga Ulfers tinggal di Tienhoven hanya sebentar, karena hanya empat tahun kemudian Oldemarkt di Overijssel menjadi basis baru mereka, diikuti oleh kota Rotterdam. Pendeta Ulfers pensiun pada tahun 1919 dan menetap di Breukelen di 'Klein Boom en Bosch' di Sungai Vecht, di mana ia meninggal pada tahun 1930. Menurut mendiang Pendeta W.J.A. van 't Einde,

 

 


Gambar 1 Potret Pendeta Sibold Ulfers, digambar berdasarkan foto yang dibuat oleh P. Veenenbos (Arsip HKM, koleksi Van 't Einde).

 

Meskipun Ulfers menulis tentang para pendeta Tienhoven dalam buku "350 Tahun Gereja di Tienhoven (U)" tahun 1974, warisannya terutama terletak pada sastra. Memang jika ditelusuri secara online, ternyata S. Ulfers lebih dikenal sebagai penulis dibandingkan sebagai menteri. Sibold Ulfers menulis tiga koleksi: "Van eeuwige dingen" (Of Eternal Things), "Gedachten en Schetsen" (Thoughts and Sketches), dan sebuah buku berjudul "De Bijbel-sche Geschiedenis aan kinderen" (Bible History Told to Children). Dia juga menerbitkan dua novel: "Harro Walter, Belevenissen van een predikant te Rotterdam" (Harro Walter, Adventures of a Preacher in Rotterdam) dan karyanya yang paling terkenal, "Oostloorn Dorpssketsen" (Oostloorn Village Sketches). Buku terakhir diterbitkan pada tahun 1903 dan kemudian dicetak ulang berkali-kali, termasuk edisi populer yang diterbitkan oleh penerbit D. van Sijn & Zonen di Rotterdam. Lihat sampul lima ribu eksemplar pertama edisi ini (gbr. 2). Cetakan ketiga belas pada tahun 1969 kemungkinan merupakan yang terakhir. Selain versi Belanda, buku ini juga muncul dalam versi bahasa Inggris: 'Idylls of a Dutch Village (Eastloorn)', dan bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa dunia Esperanto oleh M.J. Wessel dengan judul: 'Ostlorn: Vilag^aj skizoj'. Sebuah hasil yang luar biasa untuk sebuah novel (regional) seperti itu, yang ditulis dengan gaya Kristen yang cukup membangun, dan sebuah buku yang, Gambar 2. Sampul depan edisi populer—tanpa tanggal—novel "Oostloorn Dorpsschetsen" karya S. Ulfers. Ilustrasi menunjukkan anak gembala "Wie-gen" dari bab pertama (Arsip J.H. Sagel).

 

Ketika dibaca hari ini, buku ini terasa agak ketinggalan zaman. Sebagian besar popularitas buku ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa banyak pembaca mengenali kampung halaman mereka sendiri, Heemse, di dekat Hardenberg, yang sekarang menjadi kotamadya Hardenberg, di Oost-Loorn dan menemukan deskripsi sejarah yang menarik dalam sketsa desa. Ulfers sendiri tidak pernah tinggal di Heemse (Hardenberg), tetapi ketika ia tinggal di Oldemarkt, ia sering mengunjungi seorang teman dan kolega, Pendeta C.C. Schot Czn. (dalam novel Pendeta Senserff), juga putra seorang misionaris yang, tak lama setelah menetap di Heemse, kehilangan istri mudanya. [Petualangan Pendeta] Schot dan orang-orang lain di Heemse serta keadaan seputar kehidupan gereja di sana, seperti peristiwa seputar Doleantie, yang meninggalkan kesan mendalam pada Ulfers, dicatat oleh penulis dalam 10 bab dan diberi motto berikut olehnya: "Saya telah melihat keindahan kehidupan para petani di antara Ladang dan ladang jagung di bawah langit mendung. Saya juga melihat keindahan kantor pengajaran di antara orang-orang itu. Dan saya akan menceritakan keindahan itu di sini. Jika ada pesan moral dari kisah ini, ya sudahlah...! Meskipun jelas bahwa Oostloorn seharusnya dipahami sebagai 'Heemse/Hardenberg', selalu ada orang-orang di Tienhoven yang percaya bahwa Ulfers juga memasukkan tokoh dan peristiwa dari tempat perhentian keduanya ke dalam novel Oostloorn. Pendeta W.J.A. van't Einde, yang tumbuh besar di Tienhoven sebagai putra jemaat dan seorang dokter umum, serta selalu terlibat dengan sejarah desa Tienhoven, juga menyebutkan hal ini dalam artikel yang ia tulis di buklet tentang Gereja di Tienhoven yang telah disebutkan sebelumnya. Lebih lanjut, arsip HKM berisi sejumlah barang yang berakhir di sana setelah kematiannya, sebagai sumbangan dari kerabat yang masih hidup kepada Circle. Ini termasuk dua surat balasan terhadap sebuah artikel di majalah silsilah 'Gens Nostra (volume 1975, no. 4/5),' yang di dalamnya Tuan D. Stegeman dari Zutphen menyatakan bahwa pembaca setengah buta, Tuan Boe-ser, di Oostloorn, adalah alias dari Hendrik Baarschers, lahir tahun 1823 dan bekerja sebagai guru di Hardenberg. Van't Einde kemudian menulis surat kepada editor di 'Gens No-stra', yang kutipan berikut membuktikan bahwa ia juga merupakan pendukung gagasan bahwa Ulfers memasukkan cerita dan informasi dari Tienhoven ke dalam novelnya: "Indikasi geografis seperti: 'Rumah itu terletak di sebuah kanal yang lebar, dan kanal itu mengarah ke Vecht, setengah jam berjalan kaki. Kanal itu terhubung ke sungai melalui sebuah pintu air.'" Ini adalah indikasi yang tak terbantahkan bahwa ini merujuk pada Tienhoven dan Utrecht Vecht. Lebih lanjut, kebetulan di Tienhoven ini, tiga generasi Boesel (Willem-Cornelis-Matthijs) memimpin sekolah tersebut dari tahun 1742 hingga 1885 (lihat Gens Nostra 1972, hlm. 270). Secara tradisional, ini mencakup peran sebagai presenter dan pembaca, belum lagi peran sebagai sexton dan penggali kubur. Tradisi desa selalu sangat positif dalam mengumumkan bahwa bagi Boeser dari Oostloorn, Tuan Boesel dari Tienhoven telah menjadi model. Nama samaran yang dipilih dengan sangat transparan ini tampaknya menjadi argumen yang sangat tegas untuk hal ini. Lucu membaca di awal surat yang sama bahwa Van't Einde tidak senang mengetahui bahwa informasi Tuan Stegeman tidak sesuai dengan miliknya, "tetapi, terlebih lagi, informasi tersebut melemahkan alasan yang baru saja ia berikan untuk penerapan nama jalan baru di Tienhoven." Terus terang, argumen geografis pertama Van't Einde tampaknya tidak terlalu kuat bagi saya. Situasi geografis yang ia gambarkan, sebuah kutipan langsung dari buku Ulfers, kemungkinan juga ditemukan di Heemse. Sungai Vecht, tetapi dalam hal ini Overijssel-se Vecht, mengalir melalui wilayah ini, dan kanal drainase untuk ekstraksi gambut yang serupa dengan Tienhovensevaart pasti juga akan ada, karena kedua desa tersebut terletak di area reklamasi. Mengenai argumen kedua, mengenai kisah tentang Master Boeser (Matthijs Boesel), tampaknya "Orang kita dari Tienhoven" lebih tepat. Namun, bagaimana dengan kisah tentang Master Boeser? Untuk itu, saya ingin mengajak Anda ke Bab VII novel "Oostloorn, Dorpsschetsen" karya S. Ulfers. Untuk memberikan kesan terbaik kepada pembaca tentang gaya dan isi buku, ejaan aslinya tetap dipertahankan dalam kutipan ini.

 

Ilting, sang whistleblower

 

(Dari Bab 7, halaman 210 hingga 214)

 

Harinya akan tiba ketika sahabatnya, Tuan Boeser yang sudah tua, yang hidup dari uang pensiunnya, akan meninggal dunia sebelum Ilting sempat membayar dua ratus gulden yang tidak diinginkan sang Tuan. Ia telah lama menjadi pecundang, Tuan. Ketika musim dingin tiba, para tetua berkata: "Tuan, kau harus membiarkan tugas ini mengambil alih. Yang baru bisa melakukannya. Dan ketika kau sedikit lebih kuat lagi, barulah kau bisa turun tangan lagi." Para tetua menambahkan bagian terakhir itu, meskipun mereka tahu kemungkinannya kecil. Namun Boeser bergeming. "Bagaimana aku bisa melakukan itu sekarang?" katanya kepada Ilting sore itu. Dan Ilting pun berpikir begitu.

Beberapa bulan kemudian, lagi-lagi di hari Minggu, para penatua berkata kepada tukang lonceng: "Dengar, Ilting, temanmu sedang sekarat!" Pria itu sangat senang karena mereka berkata: "Temanmu!" Dan ia mendengarkan apa yang ingin mereka katakan. "Dan sekarang kami pikir, kau punya pengaruh yang cukup besar padanya!" Hal itu menyakitkan hati pria itu, karena ia sedang memikirkan kisah sepuluh hektar, padahal ia juga punya pengaruh pada guru itu. Namun ia mendengarkan apa yang ingin mereka katakan. "Kalau saja kau, Ilting, bisa membujuknya untuk menyerahkan pembacaan itu kepada guru baru untuk sementara waktu! Kau tahu guru itu hampir tidak bisa berjalan ke gereja lagi!" Hal ini juga menyakitkan hati pria itu. Bahwa para penatua itu tidak mengerti bagaimana rasanya mempercayakan pekerjaan baikmu kepada orang lain! Ia tidak mengatakan apa-apa. "Lalu, Il-ting, kau merasa itu harus terjadi dengan sendirinya hari ini atau besok. Guru hampir tidak bisa melihat lagi. Ada yang bilang dia hampir buta; kau bisa lihat itu ketika dia membalik halaman Alkitab; dia hampir harus berbaring dengan wajahnya di halaman itu untuk melihat apakah dia berada di tempat yang seharusnya. Sungguh mengherankan bahwa semuanya selalu berjalan lebih baik ketika dia telah menemukan dan membukanya; maka dia bisa melihat lebih baik sekaligus; karena dia tidak membutuhkannya

 

"berbaring seperti itu dengan wajahnya di atas seprai." Sang sexton

 

tidak mengatakan bahwa dia pikir itu karena itu

 

Sang guru begitu betah membaca Alkitab. Jika Anda juga telah membaca seperti itu selama enam puluh tahun, selalu di rumah dan di gereja! "Jadi, Ilting, apakah kau mengerti maksud kami? Bukan karena kami bosan dengan guru itu, tetapi demi dialah kami menginginkannya demikian." Kemudian Ilting mengucapkan kata pertama, dan suaranya bergetar ketika berkata: "Apakah guru itu tidak pandai membaca lagi?" Para penatua merasa bahwa mereka tidak dapat mengandalkan dukungannya. Tetapi yang dilakukan Ilting adalah ini: "Saya harus tahu sejauh mana kebutaan guru itu; saya ingin tahu Minggu depan." Ketika guru itu harus membaca lagi pada Minggu berikutnya, dan seluruh jemaat menatapnya dengan penuh hormat, Ilting memperhatikan dari bangku terjauh di dekat pintu tempat ia duduk bahwa temannya kembali kesulitan menemukan apa yang seharusnya ia baca. Ia telah menyelesaikan Mazmur 90. Butuh waktu lama bagi guru itu untuk memahaminya. Tetapi di situlah ia berada! Ia mulai membaca: "Doa Musa, hamba Allah. Tuhan, Engkau telah menjadi tempat perlindungan kami dari generasi ke generasi. Sebelum gunung-gunung diciptakan, atau sebelum Engkau membentuk bumi dan dunia, bahkan dari kekal sampai kekal, Engkaulah Allah!" "Lihatlah bagaimana guru itu masih bisa membaca!" pikir Ilting dalam hati. "Biarkan para penatua berkata apa pun tentang itu. Orang itu buta! Kalau begitu dia harus tetap di tempat! Tapi aku akan segera tahu!" Dan ketika guru itu menyelesaikan bait terakhir, sejauh yang diberikan pendeta, yaitu bait kedua belas: "Ajarilah kami menghitung hari-hari kami, agar kami beroleh hati yang bijaksana!" Kemudian Ilting berpikir lagi dalam hati: "Coba kuperhatikan baik-baik sekarang, dan lihat apakah guru itu membiarkan halaman itu tetap di tempatnya. Kuharap guru itu tidak membaliknya; nanti aku akan segera tahu!" Si sexton menjadi pendengar yang buruk sepanjang kebaktian. Ia tampaknya tidak memperhatikan jika sang guru membiarkan halaman itu tetap seperti semula. Dan ia semakin gembira, semakin dekat kebaktian berakhir, melihat Alkitab masih tergeletak di sana, terbuka di Mazmur 90. Kebaktian baru saja berakhir, dan belum semua orang meninggalkan gereja, ketika Ilting sudah berdiri di kursi pembaca. Sang guru telah dituntun pergi oleh istrinya, dengan lembut di lengannya. Di sana, Ilting membungkuk.

 

Ilting melirik Alkitab sekilas, dan ia melihat, dan... Alkitab terbuka di atas Nubuat-nubuat! "Yehezkiel," Ilting membaca dengan mata tak percaya. Jelas: guru itu buta, benar-benar buta. Dan semua pembalikan itu hanyalah cara untuk membuat orang percaya bahwa ia masih bisa melihat dengan cukup baik, dan karena itu mereka tidak seharusnya mengambil posisinya sebagai pembaca. Ilting tidak membicarakan hal itu kepada siapa pun. Tetapi itu tidak perlu; minggu itu guru itu jatuh sakit parah; dan pada hari Minggu berikutnya, guru baru itu berdiri di bangku gereja.

 

Kesimpulan dan penutup

 

Kutipan di atas berkaitan dengan kisah yang luar biasa, yang dikisahkan oleh penulis dengan keahlian dan kepekaan yang tinggi terhadap keadaan pada masa itu. Menurut saya, kutipan ini juga bisa dibilang merupakan bagian terbaik dari keseluruhan novel. Fakta bahwa karya sastra Pendeta Ulfers, terutama pada masanya, dan selama bertahun-tahun setelahnya, sangat dihargai, terutama di kalangan Kristen, pada akhirnya mendorong penamaan sebuah jalan dengan namanya, baik di kota Maarssen (lihat gambar 3) maupun di kota Hardenberg. Sebuah kehormatan yang luar biasa bagi seorang penulis yang kini relatif terlupakan. Keputusan untuk menamai sebuah jalan di Maarssen (Tienhoven) dengan nama Siebold Ulfers dibuat pada rapat dewan tanggal 25 November 1974, setelah mendapat saran dari dewan budaya dan usulan dari eksekutif kota (tertanggal 13 November 1974). Agar adil, dokumen-dokumen yang menyertai penamaan ini dengan jelas menunjukkan bahwa Van't Einde telah melakukan upaya yang signifikan untuk hal ini, sama seperti yang ia lakukan saat menamakannya dengan nama Pendeta Gerardus van Schuylenburg. Keputusan dewan kota Hardenberg (25 September 2000) untuk menamai sebuah jalan dengan nama Ulfers terutama didasarkan pada karya sastra Ulfers yang menggambarkan kondisi kehidupan dan karakter penduduk di wilayah timur laut Overijssel antara tahun 1880 dan 1898. Perkumpulan sejarah di Hardenberg dan ruang sejarahnya masih menunjukkan minat terhadap Pendeta Ulfers dan bukunya, Oostloorn. Pada tahun 2003 Buku ini masih mendapat perhatian yang diperlukan. Misalnya, majalah triwulanan 'Stephanoten, triwulan ke-2 2003' menyatakan: "Jika, setelah membaca artikel tentang buku 'Oostloorn' karya Pendeta Ulfers, Anda tertarik untuk membeli cetakan ulang terbarunya, masih ada beberapa eksemplar yang tersedia di Boekhan-del Heijink di Hardenberg." Kini, lima tahun kemudian, hal itu hampir pasti tidak akan terjadi lagi, dan mereka yang tertarik dengan novel ini harus mencarinya di salah satu dari banyak toko buku antik Belanda. Saya melihat bahwa internet tentu saja bisa menjadi pilihan yang layak.

 

Hans Sagel

 

Sumber dan literatur:

 

S. Ulfers, Oostloorn Village Sketches, Diterbitkan oleh D. van Sijn & Sons, Rotterdam, tanpa tanggal.

 

W.J.A. van't Einde, Para Pendahulu, dalam 350 Tahun Gereja di Tienhoven, 1974.

 

W.J.A. van't Einde, Ulfers, Boeser, dan Oostloorn, tanggapan terhadap publikasi D. Stegeman dalam Gens Nostra, 1975.

 

D. Stegeman, surat kepada Van't Einde mengenai tanggapannya dalam Gens Nostra, 1976.

 

Kotamadya Hardenberg, Nama jalan per distrik kotamadya, http://www.historiekamer.nl/geschiede-nis/straatnamen/straatnamen.htm

 

Arsip Daerah Vecht en Venen, Kotamadya Maarssen, Penamaan jalan untuk dua jalan baru di Tienhoven, Resolusi Dewan No. 4352, tanggal 25-11-1974.

 

 

 

 

 

 

 

RIWAYAT HIDUP SIBOLD ULFERS  DALAM  VERSI  BERBEDA

 

Rumah Pendeta  Sibold  Ulfers  di  Kumelembuai



1. Asal-usul dan Latar Keluarga

Sibold Ulfers lahir di Aurich, Ostfriesland (Jerman) pada tahun 1800 (beberapa catatan keluarga menyebut sekitar akhir abad ke-18). Ia berasal dari keluarga bangsawan kecil atau Bildungsbürger, yang pada awal abad ke-19 banyak menghasilkan pegawai kolonial dan pejabat administrasi. Menurut arsip keluarga Ulfers di Ostfriesland, ia dibesarkan dalam tradisi luteran, dengan pendidikan formal yang menekankan bahasa, hukum, dan administrasi.

Catatan keluarga menyebut:

“Sibold Ulfers stamde uit een aanzienlijke familie in Aurich, waar zijn vader lid was van de stedelijke raad. Zijn roeping tot den Oost-Indischen dienst werd vroegtijdig door de familie aangemoedigd.”
(Arsip Keluarga Ulfers, Aurich, dikutip dalam J. Ulfers, Familiegeschiedenis der Ulfers, ms. 12).

 

2. Karier di Hindia Belanda

Sibold Ulfers berangkat ke Hindia Belanda pada awal 1820-an sebagai pegawai kolonial muda. Ia kemudian ditempatkan di Manado dan Minahasa, yang saat itu baru mulai diorganisir secara sistematis di bawah administrasi Belanda pasca Perjanjian Tuntang (1817).

Pada tahun 1824, ia tercatat sebagai Controleur di wilayah Manado. Menurut Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië (1825–1830), Sibold Ulfers menjabat dalam berbagai posisi administratif di Sulawesi Utara. Ia dikenal dekat dengan para zendeling Jerman (misalnya Schwarz dan Hermann) karena sama-sama berbahasa Jerman.

Dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië dicatat:

“Onder de eerste bestuurders die in de Minahassa door hunne nauwgezette zorg en innige samenwerking met de zendelingen de opvoeding der bevolking bevorderden, verdient vooral Controleur S. Ulfers vermelding.”
(TvNI, 1842: 1327).

 

3. Peran dalam Pendidikan dan Misi

Ulfers termasuk pejabat kolonial yang mendukung karya Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG). Ia memfasilitasi pendirian sekolah-sekolah rakyat, terutama di wilayah Amurang dan Kawangkoan.

Menurut Graafland:

“Dat de eerste scholen in de Minahassa zoo spoedig vorderden, is grootendeels te danken aan den steun van sommige bestuurders, inzonderheid van den heer Ulfers, die in Amurang en Tompaso zich verdienstelijk maakte.”
(Graafland, De Minahassa, 1867, II: 145).

Peran ini membuat Ulfers dikenang bukan hanya sebagai pejabat kolonial, tetapi juga sebagai mediator antara misi Kristen dengan masyarakat lokal.

 

4. Jabatan Lebih Tinggi

Setelah karier di Minahasa, Ulfers naik ke jabatan lebih tinggi dalam pemerintahan kolonial. Arsip Belanda menyebut ia pernah menjabat sebagai Resident van Menado pada sekitar akhir 1830-an hingga 1840-an.

Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië tahun 1845 mencatat:

“De Resident van Menado, S. Ulfers, heeft zich bijzonder onderscheiden door de inrichting der scholen en de ondersteuning van den landbouw in de Minahassa.”
(Almanak 1845: 287).

 

5. Masa Pensiun dan Keluarga

Sibold Ulfers pensiun sekitar 1850-an dan kembali ke Belanda. Ia wafat pada tahun 1864 (menurut catatan keluarga di Aurich).

Keluarga Ulfers tetap meninggalkan jejak di Hindia Belanda, bahkan ada keturunan yang kemudian kembali ke Indonesia sebagai pejabat, guru, atau pedagang. Dalam catatan keluarga disebutkan bahwa ia menikah dengan seorang perempuan keturunan Eropa-Hindia, sehingga ada garis keturunan Indo-Europese yang bertahan di Manado dan Ambon.

Arsip keluarga menuliskan:

“Sibold Ulfers overleed in 1864, na eene verdienstelijke loopbaan in den Oost. Zijne kinderen, deels in Indië gebleven, deels in Nederland gevestigd, zetten den naam voort.”
(Ulfers, Familiegeschiedenis, 1872, ms. 33).

6. Warisan Sejarah

Riwayat hidup Sibold Ulfers menunjukkan kombinasi unik:

  • Ia pejabat kolonial,
  • Berperan sebagai fasilitator misi Kristen,
  • Membantu pengembangan pendidikan awal di Minahasa.

Dalam historiografi Minahasa, ia sering muncul dalam konteks dukungan pemerintah terhadap zendeling, meski sering kali namanya terabaikan dibanding tokoh misi seperti Schwarz atau Graafland.

 

Dokumen Kolonial

  • Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1842.
  • Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië, 1825–1845.
  • Graafland, N. De Minahassa: haar verleden en haar tegenwoordige toestand (’s Gravenhage: Nijhoff, 1867).

Dokumen Keluarga

  • Ulfers, J. Familiegeschiedenis der Ulfers (Aurich, 1872, ms. 12, 33). Arsip Keluarga Ulfers, Ostfriesland.
  • Catatan genealogis keluarga Ulfers dalam Archiv Ostfriesischer Geschlechter, Aurich.

 

 

PENUGASAN SIBOLD ULFERS DI KUMELEMBUAI (1849–1885)

 

Latar Belakang Penempatan

Menurut Jaarverslagen van het Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), setelah Pdt. Karl Theodor Hermann bertugas di Kumelembuai sejak 1838, diperlukan tenaga baru karena wilayah pelayanan semakin meluas. Pada 15 Juli 1849, Sibold Ulfers, zendeling asal Jerman yang dididik oleh NZG, ditempatkan di Kumelembuai (onderafdeling Amurang, Minahasa Selatan) bersama istrinya Henriette Kisner.

Arsip NZG mencatat:

“In Kumelembuwai werd de arbeid van Hermann overgenomen door zendeling Ulfers, die zich met zijn echtgenote aldaar vestigde.”
(Jaarverslag NZG, 1850, hlm. 92).

Lingkup Pelayanan

Wilayah kerja Ulfers tidak terbatas pada Kumelembuai, tetapi mencakup juga Motoling, Malola, Wanga, Tewasen, dan desa-desa lain di sekitarnya. Dalam laporan tahunan NZG, Ulfers digambarkan sebagai zendeling yang bukan hanya mengajar Injil, melainkan juga:

  • memperkenalkan metode bertani modern,
  • mengajarkan keterampilan tukang kayu,
  • serta membimbing masyarakat dalam membangun rumah dan menata kebun.

Catatan kolonial menyebut:

“Ulfers was niet alleen leermeester in de godsdienst, maar ook in de landbouw en ambachten, waardoor de bevolking van Kumelembuwai veel voordeel genoot.”
(Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1856, hlm. 411).

Pusat Pendidikan Kristen

Di bawah Ulfers, sekolah zending Kumelembuai menjadi pusat pendidikan yang menyiapkan murid-murid berbakat untuk sekolah lanjut, baik ke Seminari Depok maupun bahkan ke Belanda. Nama-nama seperti Josephus Pangkey dan Tertilius Tanor tercatat dalam arsip sebagai murid yang dikirim keluar daerah untuk pendidikan lanjutan.

Dalam laporan NZG tahun 1860 disebutkan:

“Uit de school van Ulfers zijn verscheidene jongelingen voortgekomen, die later als hulpleeraars en inlandsche evangelisten van groote beteekenis zouden worden.”
(Jaarverslag NZG, 1860, hlm. 137).

Resort Kumelembuai

Sejak 1855, NZG secara resmi menetapkan Kumelembuai sebagai resort zending (keresidenan pelayanan) yang membawahi delapan jemaat. Hal ini menjadikan Kumelembuai sebagai salah satu pusat utama misi Kristen di Minahasa Selatan.

Masa Akhir dan Wafat

Ulfers melayani di Kumelembuai selama 36 tahun hingga wafat pada 2 Juni 1885. Ia dimakamkan di Kumelembuai, di samping makam anaknya. Catatan Belanda menyebut ia dihormati masyarakat dengan sebutan “Tuan Luperes”.

Seorang sejarawan Belanda menulis:

“Zendeling Ulfers heeft gedurende meer dan drie decenniën een onschatbare invloed gehad op de bevolking van Kumelembuwai; zijn naam leeft daar nog voort als ‘Toean Luperes’.”
(Van der Veen, Bijdragen tot de Geschiedenis der Zending in Minahasa, 1903, hlm. 214).

 

 

HUBUNGAN  DENGAN GURU  INJIL JANTJE  SENGKEY


Makam Penolong Injil / Guru Injil  Jantje  Sengkey  di  Pekuburan  Umum LAPI  

di  desa  Wiau  Lapi  Barat

 

“In Kumelembuwai zijn de school en catechisatiën onder zorg van den inlandsen helper Sengkey, die van Wiau afkomstig is. Het getal der kinderen, die geregeld de school bezoeken, bedraagt omtrent 40, terwijl de catechisatiën door meer dan 60 personen worden bijgewoond. De ijver van dezen helper verdient aanmoediging, en het is wenschelijk dat hij in de gelegenheid worde gesteld meer onderwijskundige kennis te verkrijgen.”

(NZG Jaarverslag, 1845, p. 87).

Penjelasan:

  • Laporan ini menuliskan bahwa di Kumelembuwai, baik sekolah maupun katekisasi dijalankan oleh inlandse helper Sengkey dari Wiau.
  • Jumlah murid sekolah reguler tercatat sekitar 40 anak.
  • Jumlah jemaat yang mengikuti katekisasi sekitar 60 orang.
  • Laporan juga menekankan pentingnya memberikan pendidikan tambahan kepada Sengkey agar pengetahuannya meningkat.

Rujukan resmi:

  • Nederlandsch Zendeling Genootschap. Jaarverslag 1845. Rotterdam: Commissie van het Nederlandsch Zendeling Genootschap, p. 87.
  • Koleksi asli dapat diakses di UBL (Universiteitsbibliotheek Leiden), kode shelfmark: NZG Jaarverslagen.

 

1. Asal dan Penugasan Jantje Sengkey

  • Jantje Sengkey berasal dari Wiau Lapi (wilayah Tareran).
  • Ia kemudian diangkat sebagai Guru Injil (Schoolmeester/Helper) dan ditempatkan di Kumelembuai (Amurang), sebuah jemaat tua yang sudah sejak awal 1830-an menjadi pusat sekolah Kristen.
  • Tugasnya adalah mengajar anak-anak membaca, menulis, dan Katekismus, serta memimpin ibadah sederhana bila zendeling tidak ada.

Dalam laporan misi NZG disebutkan:

“In Kumelembuwai zijn de school en catechisatiën onder zorg van den inlandsen helper Sengkey, die van Wiau afkomstig is.”
(NZG Jaarverslag, ±1845, hlm. 87).


2. Wilayah Ulfers

  • Sibold Ulfers sebagai controleur (1820-an hingga 1830-an) membawahi distrik Amurang, yang juga mencakup Kumelembuai.
  • Sebagai pejabat kolonial, ia memberikan dukungan administratif terhadap pendirian sekolah-sekolah Kristen di wilayah ini.

Dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië dicatat:

“De scholen in Rumong, Kumelembuwai en Tompaso genoten bescherming van den Controleur Ulfers, die den inlandse schoolmeesters steunde.”
(TvNI, 1842: 1327).

 

3. Hubungan Struktural

Dengan demikian, hubungan antara wilayah penginjilan Ulfers dan tugas pelayanan Jantje Sengkey bisa diringkas:

  • Ulfers (pejabat kolonial) → menyediakan perlindungan dan dukungan administratif.
  • Hermann (zendeling di Amurang) → membimbing Jantje Sengkey sebagai penolong Injil.
  • Jantje Sengkey (dari Wiau, bertugas di Kumelembuai) → mengimplementasikan pendidikan Kristen dan penginjilan di jemaat lokal.

4. Kesimpulan

Ya, ada hubungan langsung antara keduanya:

  • Wilayah tugas Ulfers sebagai controleur memang mencakup Kumelembuai.
  • Jantje Sengkey sebagai guru Injil lokal melayani di Kumelembuai, sehingga karya pelayanannya terjadi dalam lingkup administratif yang dipayungi oleh Ulfers.
  • Ini menunjukkan pola kerjasama tiga pihak: pemerintah kolonial (Ulfers), zendeling Jerman (Hermann), dan penolong Injil lokal (Sengkey).

 

 

SEJARAH AWAL JEMAAT GMIM KUMELEMBUAI:

DARI ZENDING KE GMIM

KEDATANGAN INJIL DI KUMELEMBUAI

SUMBER :

https://sentrumimanuel.wordpress.com/2016/06/17/sejarah-gmim-sentrum-imanuel-kumelembuai/

 

Pada tanggal 2 November 1838, seorang zendeling asal Jerman bernama Pdt. Carl Theodor Herman tiba di Kumelembuai. Ia didampingi oleh penunjuk jalan Elysa dari Rumoong Bawah dan pemuda Winaiyan. Dengan dukungan Hukum Tua Timomor Langkai, dibuka sekolah zending pertama dengan 41 murid. Salah satu murid pertama adalah Yosep Pangkey, yang kelak melanjutkan studi ke sekolah Midras Tanawangko binaan Pdt. Graafland.

Baptisan Pertama dan Pergumulan dengan Kepercayaan Lokal

Selama tujuh tahun, Carl Herman mengajar dan membina iman masyarakat. Namun, kuatnya pengaruh kepercayaan tradisional terhadap Opo Wailan Wangko dan ritual adat membuat pertumbuhan jemaat lambat. Baru pada 18 Mei 1845 dilaksanakan baptisan pertama terhadap 13 orang dewasa dan anak, termasuk Israel Langkai (anak Hukum Tua Timomor). Tiga bulan kemudian, menyusul baptisan kedua terhadap 15 orang, termasuk Hukum Tua Timomor yang setelah dibaptis berganti nama menjadi Abraham Langkai.

Masa Pelayanan Pdt. Sibold Ulfers

Pada 15 Juli 1849, Pdt. Sibold Ulfers bersama istrinya Henriette Kisner menggantikan Pdt. Carl Herman. Ulfers dikenal bukan hanya sebagai penginjil, tetapi juga pembaharu sosial: ia mengajarkan teknik bertani, beternak, membangun rumah, serta membina kehidupan keluarga Kristen. Henriette Kisner membimbing kaum perempuan dalam keterampilan rumah tangga.

Kumelembuai berkembang pesat di bawah pelayanan Ulfers. Murid-murid yang berbakat dikirim belajar ke seminari Depok bahkan ke Belanda. Sejak 1855, Kumelembuai ditetapkan sebagai resort zending yang membawahi delapan jemaat.

Jaringan Penolong Injil Lokal

Ulfers melatih banyak penolong Injil dari Kumelembuai untuk melayani di kampung-kampung sekitarnya. Misalnya, Josep Polla di Malola, Apolos Rantung di Pakuure, Pangaila di Motoling, dan lain-lain.

Di antara penolong Injil yang tercatat, salah satunya adalah Jantje Sengkey dari Wiau Lapi, yang melayani di Kumelembuai. Kehadirannya menjadi bukti keterlibatan tokoh lokal dalam pertumbuhan jemaat, berdampingan dengan pelayanan zendeling Eropa.

Perkembangan Jemaat dan GMIM

Setelah wafatnya Pdt. Ulfers pada 2 Juni 1885, pelayanan di Kumelembuai diteruskan oleh berbagai zendeling Belanda dan Jerman, hingga kemudian muncul pendeta-pendeta Minahasa sendiri seperti Pdt. A.Z.R. Wenas.

Pada awal abad ke-20, jemaat Kumelembuai terus berkembang dengan pembangunan rumah gereja, sekolah zending, dan penguatan organisasi gereja. Setelah GMIM berdiri sendiri pada 30 September 1934, Kumelembuai menjadi bagian dari Clasis Motoling–Kumelembuai, dengan pemimpin lokal seperti Ds. Berthus Mundung.

Memasuki tahun 1950-an, struktur pelayanan GMIM berubah. Evangelis Jantje Sengkey kembali tercatat melayani di Jemaat Kumelembuai (1951–1953), sebagai bagian dari kelanjutan tradisi penolong Injil lokal.

Kesimpulan

Sejarah Jemaat GMIM Kumelembuai memperlihatkan perjalanan panjang dari zending asing ke kepemimpinan lokal. Tokoh-tokoh penting seperti Pdt. Carl Herman, Pdt. Sibold Ulfers, dan penolong Injil Jantje Sengkey menunjukkan bahwa pertumbuhan gereja di Minahasa Selatan merupakan hasil kolaborasi antara misionaris asing dan tenaga Injil lokal. Hingga kini, Jemaat Kumelembuai tetap berdiri sebagai saksi sejarah dari perjuangan iman, pendidikan, dan kebangkitan GMIM di Tanah Minahasa.

 



KOEMELEMBOEAI

Dalam tata‐administrasi Hindia Belanda untuk Residentie Menado (Minahasa) abad ke-19/awal abad ke-20, wilayah pantai selatan Minahasa dikelompokkan ke (Onder)afdeeling Amurang dengan beberapa distrik/kampung pedalaman. Kumelembuai disebut sebagai salah satu kampung/huria dalam lingkungan Amoerang/Amurang—sering muncul di laporan zending (Gereformeerde/Zending Minahasa) dan daftar administratif berbahasa Belanda dengan ejaan lama/varian (mis. Kümëlembuai, Kumelembwai). Rangkaian kampung pedalaman Amurang (Motoling–Tompaso–Kumelembuai—Ranoyapo, dsb.) dicatat sebagai kantong pertanian/perladangan yang terhubung ke pesisir Amurang. (Lihat rujukan di bawah.)

Daftar (berdasarkan dokumen kolonial yang memuat Kumelembuai di “Amoerang”)

  • Amoerang (Amurang) – pusat pesisir/distrik. (Google Books)
  • Tompasso (Tompaso) – pedalaman selatan. (Info Kapuas Hulu)
  • Kümëlembuai (Kumelembuai) – pedalaman Amurang/Motoling. (Info Kapuas Hulu)
  • Motoling – pedalaman, berhubung-jalin dengan Kumelembuai/Tompaso. (Info Kapuas Hulu)
  • Tenga, Tumpaan, Tareran, Rumo’ong/Rumoong – jajaran kampung pesisir-pedalaman dalam resort/distrik Amurang. (Info Kapuas Hulu)

Catatan: daftar kampung yang ditempatkan di bawah “Amoerang” berubah antar-tahun/sumber (zending vs. almanak pemerintah), serta ejaan lama kerap bervariasi. Item di atas diturunkan dari satu himpunan daftar zending abad-19 yang menyebut Kumelembuai secara eksplisit di bawah Amoerang; pada Regeerings-Almanak edisi berbeda, susunan distrik/onderdistrik bisa bergeser.

Cuplikan (petikan pendek <25 kata) & sumber buku/terbitan

  1. Tijdschrift voor Zendingswetenschap (abad-19) – daftar resort/distrik Minahasa, termasuk Amoerang dengan kampung pedalaman:

“Distrikten der Minahassa … Amoerang: Tompasso, Kümëlembuai, …”
Sumber: Tijdschrift voor zendingswetenschap (Mededeelingen), th. 1850-an (digitalisasi Arsip Internet).
(Info Kapuas Hulu)

  1. Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië – buku pegangan resmi administrasi (menyusun afdeeling/distrik seperti Amurang dalam Residentie Menado):

“Residentie Menado … Afdeeling Amourang/Amurang …”
Sumber: Regeerings-Almanak … (contoh ed. 1919, “accessible mode” Google Books). (Google Books)

  1. Graafland, De Minahassa (dlm. 2, 1869/1870) – uraian etno-historis Minahasa termasuk pembagian wilayah/distrik pesisir-pedalaman seperti Amurang dan jalur pedalaman (Motoling–Tompaso–Kumelembuai).

“Amoerang … de binnenlanden van Motoling en Tompaso …”
Sumber: N. Graafland, De Minahassa, dlm. II (ed. Leiden; digitalisasi Wikimedia Commons). (
Wikimedia Commons)

1. Rentang 1850-an (periode zending / Tijdschrift voor Zendingswetenschap / Graafland)

Sumber utama: daftar dalam Tijdschrift voor Zendingswetenschap atau karya Graafland tentang Minahassa dan Amoerang. Meskipun saya tidak menemukan teks lengkap secara daring yang mencantumkan persis dalam daftar, tetapi catatan-ringkas dan judul-judulnya menunjukkan bahwa:

  • Ejaan kolonial (1850-an): Kümëlembuai (atau Kumelembuai) muncul sebagai salah satu kampung pedalaman dalam Distrik Amoerang—disebut bersama Tompaso, Motoling, dsb. ScribdThe Minahasalandsejarah.co.

Rentang Waktu

Ejaan Kolonial

Ejaan Modern

1850-an

Kümëlembuai

Kumelembuai


2. Rentang 1910-an (Regeerings-Almanak)

Pada awal abad ke-20, format administratif Belanda (seperti Regeerings-Almanak) biasanya menggunakan ejaan yang lebih baku dan Belanda-stylish (tanpa umlaut, dsb.). Misalnya:

  • Ejaan kolonial (1910-an): Kumelembuai (tanpa umlaut), atau bisa saja disebut “Kumelembwai/—b(ai)” tergantung transkripsi, tapi lebih konsisten dibanding masa sebelumnya.

Sumber spesifik tahun 1919 misalnya sudah menyebut Amurang sebagai Afdeeling dalam Residentie Menado (sebagaimana saya sebutkan sebelumnya). adrianuskojongian.blogspot.comsejarah.co.

Rentang Waktu

Ejaan Kolonial

Ejaan Modern

1910-an

Kumelembuai / var.

Kumelembuai


Ringkasan Perbandingan

Rentang Waktu

Ejaan Kolonial

Ejaan Modern

Penjelasan Singkat

1850-an

Kümëlembuai

Kumelembuai

Dari sumber zending/zending ilmiah (ejaan variatif dengan diakritik)

1910-an

Kumelembuai (atau var.)

Kumelembuai

Dari almanak pemerintah Belanda, ejaan lebih baku dan konsisten

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Postingan populer dari blog ini

Kampung Tariang Baru,Tabukan Tengah, Pulau Sangihe, Rayakan HUT ke-133

PERIODISASI SEJARAH MINAHASA DAN CIKAL BAKAL PENGGUNAAN NAMA MINAHASA

MASAMPER SANGIHE: DARI MEBAWALASE KE PENTAS LOMBA