MEMBANTAH KLAIM GRAAFLAND TENTANG SEKOLAH MULA-MULA DI TANAH MINAHASA.
MEMBANTAH KLAIM GRAAFLAND TENTANG SEKOLAH MULA-MULA
DI TANAH MINAHASA.
Oleh : Alffian Walukow
Abstrak
Kajian ini
membandingkan data pendirian sekolah di distrik Amurang dengan klaim Nicolaas
Graafland mengenai sekolah Kristen mula-mula di Minahasa. Sumber utama berasal
dari arsip kolonial Belanda dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië
(1830–1839), yang menyebut sekolah di Tompassijan sudah ada sejak ±1790-an,
serta beberapa sekolah lain berdiri pada 1830–1839 di Rumoon, Sonder,
Kawang-Kawang, dan Tonsawang. Klaim Graafland (1867, 1898) yang menempatkan Langowan
sebagai lokasi sekolah Kristen pertama dipertentangkan dengan bukti empiris
tersebut. Analisis historiografi menunjukkan adanya perbedaan narasi: Amurang
secara empiris lebih awal memiliki sekolah, sementara Graafland menekankan
peran Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) di Langowan sejak 1822. Artikel
ini menyimpulkan perlunya meninjau ulang historiografi pendidikan Kristen di
Minahasa dengan memperhatikan dokumen primer abad ke-19.
Kata kunci: Minahasa, Amurang, sekolah Kristen,
pendidikan kolonial, Graafland, zending
Pendahuluan
Sejarah pendidikan di Minahasa erat kaitannya dengan misi
Kristen yang diperkenalkan Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) pada abad
ke-19. Dalam literatur klasik, Graafland menegaskan bahwa sekolah Kristen
pertama di Minahasa berdiri di Langowan sekitar 1822, ketika zendeling J.G.
Schwarz ditempatkan di sana (Graafland 1867, 133). Namun, arsip kolonial justru
menunjukkan bahwa sekolah-sekolah sudah lebih dahulu berkembang di distrik Amurang,
terutama di Tompassijan yang disebut “een school sedert 40 jaren” (sekolah
sejak empat puluh tahun yang lalu) dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië
(1842, 1440).
Pertentangan ini penting dikaji ulang karena menyangkut
penentuan tonggak sejarah pendidikan Kristen di Minahasa: apakah dimulai dari
inisiatif jemaat lokal di Amurang sejak akhir abad ke-18, ataukah dari
kebijakan zending formal pasca-1822 di Langowan.
Metode
Kajian ini menggunakan metode historiografi komparatif
dengan menelaah sumber primer dan sekunder. Sumber primer meliputi laporan
sekolah di distrik Amurang dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië
(1842), yang memuat tahun pendirian sekolah dan jumlah murid. Sumber sekunder berupa karya
Graafland (1867; 1898) serta studi modern oleh Henley (1996) sebagai pendukung
analisis. Kritik sumber dilakukan untuk menilai keotentikan data, sedangkan
analisis komparatif digunakan untuk memperbandingkan narasi.
Hasil
Arsip
kolonial memberikan gambaran jelas tentang perkembangan awal sekolah-sekolah
Kristen di distrik Amurang, yang ketika itu berada di bawah pengawasan
zendeling K.T. Hermann. Disebutkan bahwa jaringan sekolah di wilayah ini
tergolong paling luas dibanding distrik lain dalam misi Minahasa. Salah satu
catatan penting adalah keberadaan sekolah di Tompassijan Christen, yang menurut
laporan sudah berdiri sejak empat puluh tahun sebelum publikasi dokumen tahun
1842. Teks aslinya berbunyi:
“Tompassijan Christen … eene school sedert 40 jaren”
(Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1842, hlm. 1440).
Pernyataan ini menegaskan bahwa sekolah di Tompassijan
sudah ada sejak sekitar akhir abad ke-18 (±1790-an), jauh sebelum Nederlandsch
Zendeling Genootschap (NZG) secara resmi menempatkan zendeling pertamanya di
Langowan pada 1822. Fakta ini membuka kemungkinan bahwa komunitas Kristen lokal
di Amurang sudah mengembangkan tradisi pendidikan secara mandiri, yang kemudian
diperkuat oleh zending Belanda.
Selain
Tompassijan, arsip yang sama juga mencatat sejumlah pendirian sekolah lain. Di Rumoon,
sekolah didirikan pada tahun 1830, meskipun pada tahun 1837 “drie scholen tot
één vereenigd” (tiga sekolah digabung menjadi satu). Di Sonder, sekolah berdiri
pada bulan Maret 1838, sedangkan di Tonsawang (Tonbatri) dibuka pada Februari
1837. Laporan itu juga menyebut bahwa di beberapa tempat seperti Kawang-Kawang,
sekolah baru dibuka pada Maret 1838, menunjukkan ekspansi pendidikan Kristen
yang semakin meluas di Minahasa Selatan.
Kekuatan sistem pendidikan ini terletak pada dukungan
jemaat. Dokumen
kolonial mencatat bahwa jumlah murid pada 1839 sudah mencapai 880 anak. Bahkan
disebutkan:
“In deze scholen zijn 880 kinderen opgenomen. De meesters
worden er door ons onderhouden.”
(Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1842, hlm. 1440).
Catatan ini memperlihatkan peran masyarakat lokal yang
aktif dalam menopang biaya guru, meskipun koordinasi umum tetap dilakukan oleh
zendeling. Dengan demikian, sekolah-sekolah di Amurang tidak hanya merupakan
hasil intervensi misi Belanda, tetapi juga produk partisipasi aktif komunitas
Kristen lokal yang sudah mapan sebelum kedatangan zendeling NZG.
Dengan bukti ini, klaim Graafland bahwa sekolah Kristen
mula-mula hanya berdiri di Langowan pada 1822 (Graafland 1867, 133) perlu
dipertanyakan kembali. Amurang, melalui Tompassijan, Rumoon, Sonder, dan
Tonsawang, jelas memperlihatkan jejak lebih awal dalam perkembangan pendidikan
Kristen di Minahasa.
Klaim Graafland
Sebaliknya, Graafland menyatakan bahwa sekolah Kristen
pertama di Minahasa berdiri di Langowan awal 1820-an. Ia menulis, “In Langowan
werd reeds in de jaren twintig een school opgericht onder leiding van zendeling
Schwarz” (Graafland 1867, 132–133). Dalam Minahassa: ethnographische
beschrijving, Graafland (1898, 212) juga menekankan bahwa sistem sekolah
baru berkembang setelah NZG secara resmi menempatkan zendeling sejak 1822.
Dalam narasinya, ia tidak menyinggung peran awal sekolah-sekolah jemaat di
Amurang.
Pembahasan
Perbandingan
kedua sumber mengungkap dua versi narasi sejarah:
- Narasi arsip kolonial
(1830–1839): Amurang memiliki sekolah paling awal, bahkan sebelum NZG
hadir. Fakta sekolah di Tompassijan sejak ±1790-an memperlihatkan adanya
inisiatif jemaat lokal Kristen (kemungkinan hasil pekabaran injil
Portugis-Spanyol sebelumnya, yang kemudian dilanjutkan oleh pengaruh
Belanda).
- Narasi
Graafland (1867; 1898): Graafland menekankan peran zendeling NZG dan
menempatkan Langowan sebagai pusat mula-mula pendidikan. Hal ini sejalan
dengan agenda zending Belanda yang ingin mengonstruksi narasi keberhasilan
misi mereka, sehingga peran jemaat lokal diabaikan.
Henley (1996, 121) menegaskan bahwa karya Graafland sarat
dengan maksud apologetik, yaitu membenarkan dominasi Belanda dalam pendidikan
dan agama di Minahasa. Dengan demikian, klaim Graafland lebih mencerminkan
konstruksi ideologis ketimbang fakta empiris awal.
Kesimpulan
Kajian ini menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara
bukti arsip kolonial dan narasi Graafland. Amurang memiliki sekolah sejak akhir
abad ke-18, terbukti dengan data sekolah di Tompassijan (±1790-an), Rumoon
(1830), dan Sonder (1838). Sementara itu, Graafland menempatkan Langowan
sebagai tonggak awal pendidikan Kristen, sejalan dengan narasi resmi NZG.
Historiografi pendidikan Minahasa karenanya perlu ditinjau ulang dengan memberi
perhatian lebih besar pada dokumen primer abad ke-19 yang menegaskan peran
Amurang. Dengan begitu, posisi Amurang sebagai pusat pendidikan Kristen
mula-mula di Minahasa dapat diakui secara ilmiah.
Daftar Pustaka
- Graafland,
Nicolaas. De Minahassa: haar verleden en haar tegenwoordige toestand.
’s Gravenhage:
Nijhoff, 1867.
- Graafland,
Nicolaas. Minahassa: ethnographische beschrijving. Amsterdam: Roelants, 1898.
- Henley, David. Nationalism
and Regionalism in a Colonial Context: Minahasa in the Dutch East Indies.
Leiden: KITLV Press, 1996.
- Tijdschrift
voor Nederlandsch-Indië. Derde Serie, 4e Jaargang. Batavia: Landsdrukkerij, 1842.
