SASAMBO SANGIHE TERBITAN TAHUN 1894

LAGU-LAGU SANGIRESE

 

Berbagai jenis lagu dalam tradisi puisi Sangire telah disebutkan dalam Pendahuluan teks ini (E. T. L. V. ’93, hlm. 321). Papantung merupakan tiruan dari pantun Melayu, meskipun jarang ditemukan. Sementara itu, lahumba (mantra), taghawera atau tataghawera (juga berbentuk mantra) dapat dianggap sebagai karya puisi karena mengandung unsur sasahara dan sepenuhnya digubah dengan gaya puitis. Perbedaannya terletak pada fungsi dan penggunaannya, yang tidak sama dengan jenis puisi Sangire lainnya. Bagaimanapun, papantung tetap memiliki hubungan erat dengan puisi.

Contoh laelles (lagu atau syair yang dinyanyikan secara improvisasi) diberikan dalam S. T. XXXIV (B. T. L. V. 1894, hlm. 124). Selain itu, beberapa contoh bawowos (lagu pengantar tidur) serta syair yang biasa digunakan anak-anak dalam permainan juga akan ditampilkan.

Orang pertama yang menerbitkan puisi Sangirese adalah Dr. J. G. F. Riedel. Dalam jilid ke-17 Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde (hlm. 282 dst.), ia menyajikan teks dan terjemahan dari tiga kelompok bahasa Sasambo. Teks beserta terjemahan tersebut juga dimuat di sini, sebab saya, dengan bantuan Nona Steller, telah berhasil menyesuaikan ejaannya dengan sistem yang kami gunakan, sekaligus menghasilkan terjemahan yang lebih akurat.

Sejauh mungkin, perlu ditentukan bagaimana informasi ini harus ditafsirkan. Beberapa contoh Sasambo terdapat di antara teks yang kami sajikan.

Menurut Dr. Riedel (hlm. 300), terdapat pula jenis kakotos dan dareongs, meskipun saya sendiri belum menemukan contoh yang dapat ditunjukkan.

Cara Sasambo dilantunkan telah dijelaskan oleh Dr. Riedel pada halaman 301. Penyanyi utama akan menyanyikan satu baris atau lebih syair dengan nada tertentu, biasanya hanya dengan sedikit variasi. Setelah itu, penyanyi lain mengulanginya, atau menanggapi dengan satu baris tambahan sesuai keinginan mereka. Bentuk tanggapan ini menyesuaikan dengan variasi-variasi yang telah disebutkan sebelumnya.

Terdapat perbedaan berdasarkan gender dalam tradisi Sasambo. Para perempuan hanya menyanyikan lagu-lagu yang digubah dalam bahasa suci, sedangkan laki-laki memiliki kebebasan yang lebih luas. Umumnya, Sasambo dinyanyikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berlayar, menanam dan memanen padi, membuka lahan, serta dalam kegiatan serupa. Pada upacara atau festival, lagu-lagu kakalanto dan kakumbaedě juga dinyanyikan.

Dalam Sasambo yang ditampilkan di bawah ini, waktu pembacaannya ditandai dengan aksen yang disebut sasahola (lihat B. T. L. V. 1894, hlm. 131). Letak sesura ditandai dengan tanda koma. Pola waktunya terbagi dua: (1) baris ke-1, 2, 3, 5, 6, 7, dan seterusnya; serta (2) baris ke-4, 8, 9, 13, 15, 16, 17, dan seterusnya. Di antara keduanya, pola waktu pada baris terakhir merupakan bentuk yang paling umum.

Secara skematis, pola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

I. _000_0, 000 0
II. 00000 0,00 _000 0

Sesuai dengan keterangan pada Sprk. hlm. 9 mengenai tekanan, suku kata yang mendapat tekanan di sini dibaca panjang, sementara suku kata lainnya dibaca pendek. Adapun suku kata pada bagian jeda memiliki panjang yang bersifat mengambang atau tidak tetap.

 

 

SASAMBO

(Salah satu Jenis Puisi Purba Sangihe  yang  di nyanyikan)

 

  1. Sâhêng i Laḽêro, wûkun kota nòmbò.
  2. Iạ sen masîli, wânsa nalawọe.
  3. Kâsikomen leso, nâpêndu su ḽima.
  4. Su wongkôn Biru Kadîo, i Tânding dala uḽûne.
  5. Bóu wạlẹ lawọ, himâlaben bênği.
  6. Pinonan tinânda, niranten buḽêng.
  7. Kôbitang meḍûnde, bânsi buḽo ḽana.
  8. Manukâng oḷin Sangîang, gimênsu su wạlẹ lawọ.
  9. Intang sêhiwu kimôndo, bawowonen pineḍibo.
  10. Iạ sûmanğie ringang, ta makâtahâng meḽêlle.
  11. Bóu ’nae Sêmba, pâlungs pineñârueng.
  12. Dâla ulun Dêḍa, Máninta megâring.
  13. Hamuẹn kalu meḍîngang, lelang-ế ta meṭâṭêntang.
  14. Pûsung u ḽalômbò, âlạ pẹtâmbâne.
  15. Hamuẹn kalu meḍîngang, alâḳò pẹtâmbâ numbo.
  16. Tariâng su wongkon Dûang, alạ pẹtâmbâeng môna.
  17. Ahaẹn bûna marau, kere ậnteh’ u paḽuma.
  18. Kereu tạ meṣâlan mata, kîạ su nusa marau.
  19. Apaḽômbon tahanûsa, ghahaghon mâni oro.
  20. Baḽenê su rarurûhang, tậbanen pinangenṭênno.
  21. Baḽe su wowon Laḽakêng, sâhmahêng mêḍêḍâlinding.
  22. Kere sâsêllen ta bâno, rala pinangenḍârêng.
  23. Tâ iạ nanara âpeno, kapûlûn ta timûju.
  24. Ta makâtahâng meḽêlle, i sûmangêng ringaṅ.
  25. Inin poñdôno arûnde, panêṭạ pẹṭâṭạlẹñg.
  26. Manînta su Wạlẹbîrang, bawâ matunon kîlinga.
  27. Tiwon bôn ta su marâfu, wânsa sêlẹndanuruṅa.
  28. Iạ tâ pandus si Onge, tawe kûran manusia.
  29. Mângere suḷing napâra, maning mâru marau.
  30. Meḽâlangken naṇaṅa, nauạ ḍaḍênto bêmbâng.
  31. Meḍel kanaraṇa jêndu, tiâlau su mgôgho.
  32. Têngumbáseng i Kakóe, saḽa nânawo su ḽâma.
  33. I kîte su ruan bêka mêṣasalâmaten pûsing.
  34. Ta u mâkaṅgrung páto, liṅgung âle ipeṭinggrung.
  35. Mêɓuạ boụ ḽawêsang, mahundîngangken tuḽumang.
  36. Mêlụrângken paramâta, kumbahâng meṣâla-wera.
  37. Manga mâwun su wanúa, pêberân kaḽiomâng.
  38. Tingihẹn mahuanênce, sanaé su ghion bâlang.
  39. Maning ậke i Lanúsúna, iạ mangene mêndêno.
  40. Mêndarârup pai Koḽa, kere tipung mamamûwu.
  41. Mẹṭêṭioneng makíạla, i Sanggêle wawa nusa.
  42. Tanaé dotong kahêngang, paḽi su wanua pịa.

 

 

Artinya  :

 

1. Saat ia melewati Dalero, sudut benteng itu melengkung.

 

2. Saya tidak akan merasa tenang lagi; jumlah nama depan telah bertambah banyak.

 

3. Saputangan itu begitu lembut sehingga menutupi tangan (penari).

 

4. Tanding ada di sana di pedalaman, di bukit Biru-Kadio.

 

5. Dari istana mengalir harum yang harum.

 

6. Diikat seperti tanda-tanda, dan dihiasi dengan rantai emas.

 

7. Bila dimainkan dengan jari, suling bambu tipis berbunyi.

 

8. Buatlah alat musik untuk sang Putri, yang akan bergema di seluruh istana.

 

9. Seribu batu permata meredupkan cahayanya saat dia menyanyikan lagunya.

 

10. Aku akan ikut menangis saja, karena aku tak sanggup lagi menyanyikan lagu pengantar tidur.

 

11. Dari Semba ke sini sudah diarahkan payungnya.

12. Di pedalaman Děda, Sungai Slanke menampakkan diri dalam berbagai warna.

 

13. Karena akar-akar kayu "saling menyambung", maka cabang-cabangnya pun tidak akan terpisah satu sama lain.

 

14. Ambil ujung jaring tuang, untuk mengumpulkan.

 

15. Ambil akar pohon "Saling Bersatu," untuk menyatukan hati.

 

16. Dapatkan Tariang di bukit Ruwang, untuk mengumpulkan kapal.

 

17. Garis besar negeri jauh yang hampir tak terlihat itu bagaikan sederet burung merpati yang duduk berdampingan.

 

18. Kecuali kalau aku menipu mataku sendiri, kilat itu ada di pulau yang jauh.

 

19. Mengangkat sebuah pulau, membunyikan doa burung tahun.

 

20. Rumahnya (laki-laki) terletak di tepi laut, jendela-jendelanya dibuat menghadap ke laut.

 

21. Rumah itu berdiri di Lalakeng; sayap (perahu) itu berkilauan dengan kemegahan.

 

22. Bagaikan berjalan di sepanjang pantai seseorang yang tak punya kekasih hati, ia berjalan melewati rumpun-rumpun tanaman merambat.

 

23. Aku tak membelah pantai, kau tak ingin mendarat.

 

24. Tak sanggup lagi meneruskan nyanyian pengantar tidur, aku pun akan menangis.

 

25. Kita di sini, sisa-sisa orang mati, marilah kita mulai menunjukkan kasih kepada satu sama lain.

 

26. Si Ramping di Baļěbirang larut dalam pikirannya.

 

27. Kunjungan kepada kekasih hati yang tinggal jauh jatuh pada jam senja yang menakutkan.

 

28. Aku tidak peduli dengan Onge, tidak ada kekurangan orang,

 

29. Kalau akhlaknya baik, maka ia akan dikenang orang meskipun ia jauh.

 

30. Marilah kita bermain dengan mainan dayung, mainan untuk menegangkan bahu.

 

31. Bila mencari merpati yang dikenal, perhatikanlah letak suaranya.

 

32. Sungguh ceroboh Kakoę, dia hampir terjatuh ke piring.

 

dengan

33. Kami dari kedua belah pihak (perahu) akan saling memberi selamat

34. Karena tak seorang pun mampu membuat perahu itu maju dengan sejahtera, orang-orang pun membuat teka-teki tentang tali gumutu.

 

35. Meninggalkan teluk, kami akan bergabung dengan bantuan.

 

36. Jika seseorang memiliki batu permata di kapalnya, janganlah ia salah bicara.

 

37. Para penguasa tanah dapat mengajukan permintaan.

 

38. Suara saudaranya bergema di tengah derit dayung.

 

39. Meskipun Lansuna adalah resor tepi laut, saya tetap ingin memancing dan mandi di sana.

 

40. Pembakar kebun di Koļa, seperti asap pembakar dupa.

 

41. Sanggelě-nya di pulau itu mengungkapkan keinginannya agar dia dijemput.

 

42. Nikmatilah sepenuhnya selagi berada di negeri yang berlimpah harta.

 

 

 

Penjelasan :

 

1. Sahêng, loc. pass. dari sahe (sum.) "melewati", tanpa awalan i. - Nombo, Praet. perf. dari ombo (mombo) "naik turun". Syair ini merupakan puisi satir tentang kesombongan seorang Dalero. Arti daļero adalah "sarana untuk mempermalukan".

 

2. Masili berarti malu terhadap atasan atau terhadap perempuan." Kata ini sering digunakan bersama sinonim těngkang, sehingga menjadi masilin-těngkang.

 

3. "Kelembutan sapu tangan itu sedemikian rupa sehingga, dll." Ini merujuk pada sapu tangan yang dipegang penari selama pertunjukannya. Leso adalah bentuk sampingan dari lenso, yang digunakan oleh Mal.

 

dari Pelabuhan. telah diambil alih. 4. Biru Kadio "Birų Kecil" adalah nama tempat, Tanding adalah nama seorang wanita.

 

5. Pona, (mam.) berarti "menyimpulkan jaring," dan juga merangkai manik-manik pada sedikitnya dua helai benang, sedemikian rupa sehingga diperoleh bentuk wajik.

seperti pada simpul. Mamona ini, yang terbuat dari manik-manik terkecil, adalah karya para putri, yang membuat penutup kotak dan taplak meja bermotif utuh dengan cara ini. Nirante berasal dari kata rantai, yang diadopsi dari bahasa Malta, dan berarti "dibuat menjadi kalung."

 

7. Kobi (mang) berarti "memetik, memainkan dengan jari"; secara lebih luas, istilah ini juga diterapkan pada aktivitas jari dalam bermain seruling. Lihat Sprk., hlm. 57.

 

8. Manukang adalah bentuk Sang. (diucapkan "manukang") dari kata kerja Mal. tukang dan bet. "membuat"; oli adalah alat musik tiup yang dimainkan sambil memegangnya di depan mulut yang terbuka dan membiarkan aliran napas yang kuat mengalir ke arahnya, tanpa ditiup. Gimensa adalah bentuk Praet. Perf. dari gensa, tetapi seperti halnya teka-teki, tidak selalu mungkin untuk mempertahankan tense Sang. dalam terjemahan dengan puisi. Di sini, terjemahan tersebut seolah-olah merupakan gumensa.

 

9. Intang, paramata, dan semua kata untuk batu mulia digunakan dalam puisi Sang untuk perempuan. Bawowonen terdiri dari bawowo, akhiran Se pers. enk. dari bez. v. n. w., dan satu lagi setelah n, partikel terkenal yang dibahas dalam Sprk. di halaman 189 dan 192. Secara praktis, arti n di sini adalah nol, tetapi tempat-tempat seperti ini (lihat juga bait 20, 25, ) menegaskan pernyataan di halaman 192 Sprk. bahwa den dan de u adalah kata ganti relatif atau artikel; jadi, secara harfiah, di sini tertulis "lagunya," yang digunakan untuk bernyanyi bersama. Dalam bahasa sehari-hari, orang akan mengatakan piněbio pinębowo atau pině-sambo untuk piněbio.

 

10. Bait ini seharusnya dinyanyikan oleh seorang ibu yang sedang menidurkan anaknya yang menangis, tetapi gagal menenangkannya.

 

11. Palung di sini berarti "orang yang di atasnya dipayungi, jadi Pangeran atau wanita bangsawan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

 

12. Děda adalah nama tempat yang diberikan untuk pohon dadap (Erythrina Indica). Maninta adalah nama panggilan hias untuk anak perempuan. Měgaring (diterjemahkan seolah-olah mëgęgaring, Praes.) disebut-sebut untuk bambu, tebu, dan sejenisnya ketika mereka memiliki garis-garis dengan warna yang berbeda.

 

13. Nama yang diberikan untuk pohon ini oleh penyanyi tersebut adalah "mědingang", yang berarti "saling menemani".Bagian kedua dari ayat tersebut cukup menjelaskan maknanya.

 

15. Lihat ayat 13.

 

16. Di sini tidak pasti apakah pepatah tersebut adalah: "Ambil buah pohon bitung" (Kleinhovia hospita), atau "Ambil tahatariang," orang yang meramal dari dalam buah bitung (seorang pria yang tinggal di Gunung Ruang), untuk belajar melalui seninya bagaimana menjaga armada tetap utuh bahkan dalam cuaca badai dan arus deras. Pepatah ini juga dapat diungkapkan secara kiasan, karena sebagian besar orang Sasambo dapat menggunakannya, tergantung pada keadaan, untuk mengungkapkan sesuatu secara terselubung.

 

Mungkin 13, 14, 15 dan 16 memiliki arti yang sama.

 

18. Syair ini, yang agak lebih terperinci (dengan padanannya di Sasahara), muncul di No XVIIIa (B. T. L. V. 1894, hal. 14).

 

19. Manų dadio adalah nama Sang. dari burung tahun atau burung badak (Buceros bicornis).

 

20. Daruruhang dan duruhang "pantai" berasal dari kata duruhě (dum.) yang berarti berlayar di sepanjang pantai, Tag. dorok, lorok, "mencari sesuatu di air, dengan sebatang pohon." Těbanen adalah těba "jendela", dengan pro. suff. 3º pers. sing. dan " yang dibahas di No. 9". Tidak jelas di mana jendela-jendela itu ditempatkan di seberangnya, mungkin di seberang sebuah rumah di tanjung lain, yang memanjang sedikit lebih jauh ke laut, atau tepat di seberang laut.

 

21. Lalakeng adalah nama dataran tinggi di belakang Manganitu. Dalinding, seringnya, dari akar kata dinding yang tidak biasa, yang berarti "membuat pajangan, pamer".

 

22. Mangěndalere adalah bentuk seperti mangěnsaļu, lihat Raadsels, No. 3 (Tahun '94, hlm. 387) dan artinya "menjalar di antara tanaman dalere." Tanaman ini (Ipomaea Pes-Caprae), Tag. Bis. lagarai, tagarai, termasuk dalam famili convolvulaceene dan merupakan tanaman merambat yang umum di sepanjang pantai Kepulauan Hindia Timur.

 

24. Lihat ayat 10.

 

25. Inin. Mengenai hal tersebut, lihat ayat 9. Pondolě rest, bagian yang tersisa, disebutkan di sini tentang beberapa orang yang hidup lebih lama dari orang tua atau kerabat mereka. Arunde adalah Sasah. dari tau nate.

 

26. Baļěbirang adalah nama sebuah tempat, yang kemudian dinamai berdasarkan pohon dengan nama yang sama (Hibiscus tiliceus), Tag. Pamp. balibago, Bis. malabago.

 

27. Tiwo adalah akar dari mětiwo "pergi mengunjungi, pergi untuk melihat"; dalam bahasa sehari-hari orang akan menyebutnya pětatiwo "waktu di mana seseorang berkunjung."

 

28. Pandung dalam bahasa Belanda berarti "melakukan", lihat Sprk., hlm. 20. Onge adalah nama pribadi. Dua kata terakhir dalam bait ini berbahasa Melayu.

 

29. Budine digunakan di sini dalam arti disposisi, tetapi biasanya, seperti dalam bahasa Malta, berarti pemahaman. Kata ini sangat jarang digunakan. Kata kerja ini dapat diartikan sebagai maskulin atau feminin, tergantung apakah syairnya dinyanyikan oleh perempuan atau laki-laki.

 

30. Maļěntihě berarti mendapatkan (atau memiliki, tergantung apakah bentuk ini kata kerja atau kata sifat) "perasaan tegang" seperti di dalam dan di sekitar jerawat atau pembengkakan; daļěntihě, yang berasal dari kata ini, berarti: "sesuatu yang menyebabkan perasaan seperti itu." Di sini, kata ini merujuk pada tali pengikat, yang jika digunakan dalam waktu lama dan terus-menerus, dapat menyebabkan nyeri otot di bahu.

 

31. Lěndu, lihat B. T. L. V, 193, hlm. 342. Mogho "menghela napas" disebut bunyi yang dihasilkan oleh burung dara hutan, lihat S. T. Nº I (B. T. L. V. '93, hlm. 323, hlm. 6 f.). Tialai adalah bentuk imperatif dengan sufiks (Prov., hlm. 166), dari akar kata tiala "tanda, tandai," yang artinya, oleh karena itu, gunakanlah dirimu sebagai tanda, lanjutkan.

 

32. Mětěngumbaseng, dari akar kata umbaseng "anak muda", yang berarti bersikap seperti pria sejati, bertingkah seperti pria sejati, bertingkah seperti orang bodoh, bersikap angkuh, sama seperti mětě mahuala "bertingkah laku seperti anak perempuan, merajuk, bersikap angkuh", dari mahuala "gadis muda". Kata kerja kedua digunakan di sini dalam ayat yang dibahas dalam Amsal 216, di bawah No. 2. Ayat ini mengolok-olok seorang anak muda yang duduk untuk makan dengan banyak gerakan yang tidak perlu dan akibatnya hampir jatuh ke piring-piring yang telah diletakkan di lantai untuk para tamu.

 

33. Apa arti pansing, saya tidak tahu.

 

34. Bait ini menggambarkan suatu keadaan yang menghalangi perahu untuk berangkat, sehingga orang-orang duduk berdiam diri berhadapan satu sama lain, mencoba menghabiskan waktu dengan melontarkan teka-teki satu sama lain.

 

35. Ayat ini sudah muncul dalam S. T. XVIII b (B. T. L. V. 1894, hlm. 25, hlm. 15). Tuļumang berarti Pertolongan Allah.

 

36. Lihat Catatan pada ayat 9. 38. Gio sebenarnya berarti "bersorak", berasal dari kata měgio (bersorak). Di sini, kata ini merujuk pada bunyi derit, derit, atau derit dayung yang disebut balang, yang digantung pada tali yang menggantikan dayung kita. Dayung-dayung tersebut, yang disebut pundaļě, didayung dengan tangan.

 

40. Orang Sangire mengharumkan pakaian pesta mereka dengan cara meletakkannya di atas asap kulit kayu yang harum, yang mereka bakar hingga membara, misalnya kulit kayu lansa (Lansium domesticum), dsb. Namun, hal ini hanya menghasilkan sedikit asap dibandingkan dengan asap yang mengepul dari sebidang tanah terbuka, yang kayunya dibakar, sehingga perbandingan tersebut tidak tepat untuk pekerjaan para pembakar kebun yang dimaksud, yang, sebagaimana dapat disimpulkan dari hal ini, belum membuka hutan dalam area yang luas.

 

41. Měsěsanggelě berarti "berdiri bersebelahan," misalnya sepasang pohon, jadi sanggel-e berarti dia berdiri di sampingnya.

 

42. Tanáę, yang sebenarnya berarti "turun", yang merupakan bentuk imperatif (seperti di sini), adalah kata yang digunakan ketika seseorang ingin mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, atau memberi mereka izin untuk melakukannya. Dalam penggunaan ini, kata tersebut awalnya berarti "lakukan saja". Banuan pią berarti "tanah memiliki".

 

 

 

SASAMBO

(Salah satu Jenis Puisi Purba Sangihe  yang  di nyanyikan)

 

  1. Tinaho su wuḽo-ḽana, meḓarorong kakeṅkumang.
  2. Ghahaghon inang nanẹntung, kaomaneng kere wio.
  3. Demben masuḽen banua, maning meṱaung meɓulang.
  4. Kate wuhu nararau, naon meɓẹntulẹ honda.
  5. Iạ beğan peɓawuḽo, masingka ta ṅẹḍarangeng.
  6. Buḽude sio lempangeng, meɓatu beran kanarang.
  7. Puṇdaị-e riọ peḍiang, sumahe soan kanarang.
  8. Tau rarua maṣelle, meḓẹḍingang boụ ’nae.
  9. Lạku ponggo tẹntang-kona, pangimbuan daḽurune.
  10. Daḽurun tau nileru, simaḽi bênsin u naung.
  11. Maning kere kuse lei, ileru maḽeru ḽai.
  12. Tumuoto tẹntạlaṅ riang, ta kaḽẹtuang u ẹḽlo.
  13. Meḽaḽengkaden panamba, malambae su sakaeng.
  14. Tinêntang dariọ hala, walẹ monoden sasangi.
  15. Ta katêntang samurine, isensel’u lawọ mamoba.
  16. Têmbaluṅ neɓu su raḽeng, pikungken iṅa ḓaḽai.
  17. I Tạtinting tarailo, budiang anuṅ apa?
  18. Kahiwu ḽampawanu, pinaṅkoq tamasaṅang.
  19. Suapan piṇeɓuaken, pamuanuḳeng sene lai.
  20. Ḓala putung su sėlæng, tiạlan pamuamuḳeng.
  21. Pirua tonggen Tamako, areng ta kawaụwleṅeng.
  22. Meɓatu hẹsa marau, abe ḳaḽoṇ punḓạlẹ.
  23. Timêmbọ kambe ḳaḽoṅang, kindaeng nẹpuḽun apa?
  24. Meɓatu tondon ḓaḽe, saraṗelḷin kawaụwa.
  25. Saraḓien tau Nagha, naneḽeẹn sondang kalu.
  26. Baḽanda kawe lentene, pungene su Manganitu.
  27. Buan dingkaḷeng mawira, sala iraṅang tumuḽi.
  28. Simêbang boụ Rodino, witung sêṅkaḳlịpo.
  29. Dasi su Pẽnḍiọlaṅeng, makịbalon gampaṇ Duị.
  30. Naṅgoḳḍạ saghed-e apa, limiu peto naṅuḷing?
  31. Mạngangulịng sinawaṅeng, mona kere kakauwa.
  32. Boụ Ruang ḓade lai, su ḽikuḓ’u Taghulaṅdang.
  33. Pẽsasimban parenta, liạg kawụaṅ u nusa.
  34. Tạwe pinesạlan tude, piṇiti u kahinoe.
  35. Saghed-e iloḷon ḓea, bẽḍunẹ ’ḽọlon ḳẹliuw.
  36. Sẹllihe antara ḽai, abe paṅumbalan pato.
  37. Darioen pansaṛiang, ta mapaẹpẹngkaṅ saghed-e.
  38. Sahune tẹntang su ḽaieru, otongang taku ḳobiṭang.
  39. Ta marau ta marani, pẽḓarangan i sahẽmang.
  40. Oṅgon si Ngiang kadoḍọ, i kau remben ta sumangi.
  41. Bawẽḽo sebăng su apeng, tinẽengan banua marau.
  42. Tagonongsoṅ su jiṅgunureng, kere rêllu su marau. Apạe nanihing puḽo, mẹmpaṅwae tahanuasa

 

 

Arti  Indonesia :

  1. Orang yang meminta sapu tangan mendapat penghormatan besar.
  2. Keinginan seorang ibu kandung ibarat doa dalam sebuah kisah.
  3. Kami akan kembali ke tanah air, meskipun harus menunggu bertahun-tahun dan berbulan-bulan.
  4. Untungnya kini kita tinggal berjauhan, padahal dahulu kita hidup berdekatan.
  5. Aku tidak tahu soal pertengkaran apa pun; yang kutahu hanyalah kenyataan bahwa kita tidak pernah bertemu.
  6. Seseorang rela melintasi sembilan gunung demi menuruti kata-kata seorang kenalan.
  7. Dayung seseorang mudah patah bila melewati negeri milik kenalan.
  8. Jika dua kali lebih panjang dari untaian itu, maka hasilnya akan lebih baik.
  9. Tinggalkan tabung pendek itu agar bisa mencium udara segar.
  10. Sikap seorang buangan sering dianggap sebagai kebencian yang tersimpan di hati.
  11. Sekalipun ia sebesar opossum yang perkasa, yang terbuang tetap akan lenyap.
  12. Matahari tak terasa panas bagi seseorang yang sedang tergesa-gesa bekerja.
  13. Menyambut malam di atas kano dengan saling mengangkat topi dari kedua sisi.
  14. Anak-anak ditinggalkan sendirian, rumah pun hanyut bersama air mata.
  15. Aku tak boleh tertinggal sendirian, dikucilkan oleh yang lain yang berlayar sendiri.
  16. Makanan itu hilang di tengah perjalanan, terbungkus dalam keadaan lesu.
  17. Apa gunanya memuji warna yang tak mampu bertahan lama?
  18. Sarung lampawanua digunakan untuk menghormati suatu benda.
  19. Dari tempat seseorang berangkat, di situlah ia akan kembali dengan perahunya.
  20. Api di jalan pantai itu menjadi tanda untuk meluncurkan perahu.
  21. Sayangnya, nama tanjung Tamako tidak akan pernah terlupakan.
  22. Bila mengikuti sekawanan ikan yang jauh, jangan sekali-kali mengendurkan dayung.
  23. Apa yang membuat kindaeng menyerang kambe yang liar?
  24. Aku ingin menapaki jejak langkah dalere, langkah emas sarapelli.
  25. Betapa sombongnya si Nagha! Ia hanya terikat dengan sebilah keris kayu.
  26. Holland hanyalah cabangnya, sedangkan batangnya ada di Manganitu.
  27. Ada yang hampir nekat mengendarai kano hanya demi bunga dingkaeng putih.
  28. Seluruh gugusan bintang telah terbit di belakang Gunung Dodino.
  29. Di Pendiolangeng, orang-orang bertanya tentang terjadinya Dui.
  30. Betapa letihnya seorang nakhoda ketika harus bergerak ke belakang untuk memegang kemudi.
  31. Sang pilot dirasuki roh, arah haluannya laksana seberkas cahaya.
  32. Dari Kuang menuju lebih jauh lagi, hingga ke belakang Tagulandang.
  33. Jalankan perintah bersama-sama agar cepat sampai di pulau tujuan.
  34. Bukan karena kesengajaan, melainkan karena panah yang terlepas dari pemanah ulung.
  35. Tenaganya habis karena mencari, jerih payahnya sia-sia karena mencoba.
  36. Arus pun bisa ikut menentukan, jangan sepenuhnya mengandalkan perahu.
  37. Dalam mencari rezeki sehari-hari, jangan biarkan kita tunduk karena kelelahan.
  38. Tinggalkan sahune di jalan, biar aku yang datang dan memainkannya.
  39. Ia tak menjauh dan tak pula mendekat, sayap-sayap kano menyatu.
  40. Berikan saja kepada si kecil Ngiang, engkau tak perlu menangis lagi.
  41. Datanglah ke pantai di sore hari, pandanglah daratan yang jauh di sana.
  42. Suara genderang kapal di teluk bagaikan guntur yang bergema di kejauhan.

Seperti pulau-pulau yang muncul, tampaklah daratan yang dikelilingi lautan.

 

 

Arti  Inggrias :

1. The person who asks for a handkerchief receives great respect.

2. A mother's wish is like a prayer in a story.

3. We will return to our homeland, even if we have to wait for years and months.

4. Fortunately, we now live far apart, whereas we used to live close together.

5. I don't know about any quarrels; all I know is that we have never met.

6. One is willing to cross nine mountains to obey the words of an acquaintance.

7. One's oar easily breaks when passing through the land of an acquaintance.

8. If it were twice as long as the string, the result would be better.

9. Leave the short tube behind so that it can smell the fresh air.

10. The attitude of an outcast is often interpreted as hatred harbored in the heart.

11. Even if he is as big as a mighty opossum, the outcast will still disappear.

12. The sun doesn't feel hot to someone who is in a hurry to work.

13. Welcoming the night in a canoe, we tip our hats to each other.

14. The children were left alone, and the house was swept away with tears.

15. I must not be left alone, ostracized by the others sailing alone.

16. The food was lost along the way, wrapped in a state of lethargy.

17. What's the point of praising a color that doesn't last?

18. A sarong (lampawanua) is used to honor an object.

19. From where one departs, that's where one will return with their boat.

20. The fire on the coastal road is the signal to launch the boat.

21. Unfortunately, the name of Cape Tamako will never be forgotten.

22. When following a distant school of fish, never loosen the oars.

23. What makes the kindaeng attack the wild kambe?

24. I want to retrace the footsteps of the dalere, the golden steps of the sarapelli.

25. How arrogant Nagha is! He is only tied to a wooden keris.

26. Holland is only the branch, while the trunk is in Manganitu.

27. Some are almost desperate to ride a canoe just for the white dingkaeng flowers.

28. The entire constellation has risen behind Mount Dodino.

29. In Pendiolangeng, people ask about the occurrence of Dui.

30. How tired a captain is when he has to move back to hold the rudder.

31. The pilot is possessed by a spirit, his course like a beam of light.

32. From Kuang, heading further, all the way to Tagulandang.

33. Carry out orders together to quickly reach the destination island.

34. Not by design, but by an arrow released by a skilled archer.

35. His energy is exhausted from searching, his efforts are in vain from trying.

36. The current can also be a determining factor, don't rely entirely on the boat.

37. In seeking daily sustenance, don't let fatigue overwhelm us.

38. Leave the sahune on the road, let me come and play with it.

39. It doesn't move away or come closer, the canoe's wings are joined.

40. Just give it to little Ngiang, you won't have to cry anymore.

41. Come to the beach in the afternoon, gaze at the distant land.

42. The sound of the ship's drums in the bay is like thunder echoing in the distance.

Like islands emerging, land appears surrounded by the ocean.

 

 

Arti  Prancis :

1. Celui qui demande un mouchoir est très respecté.

2. Le vœu d'une mère est comme une prière dans un conte.

3. Nous retournerons dans notre pays, même si l'attente est longue.

4. Heureusement, nous vivons maintenant loin l'un de l'autre, alors que nous vivions autrefois proches l'un de l'autre.

5. Je ne connais aucune dispute ; je sais seulement que nous ne nous sommes jamais rencontrés.

6. On est prêt à franchir neuf montagnes pour obéir aux ordres d'une connaissance.

7. Une rame se brise facilement en traversant le pays d'une connaissance.

8. Si elle était deux fois plus longue que la corde, le résultat serait meilleur.

9. Laissez le petit tube derrière vous pour qu'il puisse respirer l'air frais.

10. L'attitude d'un paria est souvent interprétée comme une haine cachée au fond du cœur.

11. Même s'il est aussi grand qu'un puissant opossum, le paria disparaîtra quand même.

12. Le soleil ne réchauffe pas quelqu'un pressé de travailler.

13. Accueillant la nuit dans un canoë, nous nous saluons mutuellement.

14. Les enfants sont restés seuls et la maison a été emportée par les larmes.

15. Je ne dois pas être laissé seul, ostracisé par les autres naviguant seuls.

16. La nourriture a été perdue en chemin, enveloppée dans un état de léthargie.

17. À quoi bon louer une couleur qui ne dure pas ?

18. Un sarong (lampawanua) est utilisé pour honorer un objet.

19. D'où l'on part, c'est là que l'on revient avec son bateau.

20. Le feu sur la route côtière est le signal de mise à l'eau du bateau.

21. Malheureusement, le nom du cap Tamako ne sera jamais oublié.

22. Lorsque vous suivez un banc de poissons lointain, ne lâchez jamais les rames.

23. Qu'est-ce qui pousse le kindaeng à attaquer le kambe sauvage ?

24. Je veux retracer les pas du dalere, les pas dorés du sarapelli.

25. Quelle arrogance Nagha ! Il n'est attaché qu'à un keris en bois.

26. Holland n'est que la branche, tandis que Manganitu est le tronc.

27. Certains sont presque prêts à tout pour faire du canoë juste pour les fleurs blanches de dingkaeng.

28. La constellation entière s'est levée derrière le mont Dodino.

29. À Pendiolangeng, les gens s'interrogent sur l'apparition du Dui.

30. Quelle fatigue pour un capitaine de devoir reculer pour tenir le gouvernail.

31. Le pilote est possédé par un esprit, sa course est comme un rayon de lumière.

32. De Kuang, cap plus loin, jusqu'à Tagulandang.

33. Exécutons ensemble les ordres pour atteindre rapidement l'île de destination.

34. Non pas intentionnellement, mais par une flèche décochée par un archer habile.

35. Son énergie est épuisée par la recherche, ses efforts sont vains.

36. Le courant peut aussi être un facteur déterminant, ne comptez pas entièrement sur le bateau.

37. En quête de nourriture quotidienne, ne nous laissons pas submerger par la fatigue.

38. Laissons le sahune sur la route, laissez-moi venir jouer avec.

39. Il ne s'éloigne ni ne se rapproche, les ailes du canoë sont jointes.

40. Donne-le simplement au petit Ngiang, tu n'auras plus à pleurer.

41. Viens à la plage l'après-midi, contemple la terre lointaine. 42. Le son des tambours du navire dans la baie résonne comme le tonnerre qui résonne au loin.

Comme des îles émergentes, la terre semble entourée par l'océan.

 

Arti  Japan :

1. Hankachi o kou hito wa, fukai sonkei o ukeru. 2. Haha no negai wa, monogatari no naka no inori no yōna monoda. 3. Tatoe nan'nen mo nan-kagetsu mo matanakereba naranai to shite mo, watashitachiha furusato ni kaerudarou. 4. Saiwaina koto ni, watashitachi wa izen wa chikaku ni sunde itaga, ima wa tōkuhanarete kurashite iru. 5. Kenka ni tsuite wa shiranai. Tada, ichido mo atta koto ga nai to iu koto dakeda. 6. Shiriai no kotoba ni shitagau tamenara, hito wa kokonotsu no yamawokoeru kakugo ga aru. 7. Shiriai no tochi o tōru to, kai wa sugu ni kireru. 8. Kai ga gen no 2-bai takereba, kekka wa motto yoidarou. 9. Mijikai tsutsu wa, shinsen'na kūki o sueru yō ni oite iku. 10. Tsuihō sa reta hito no taido wa, shibashiba kokoronouchi ni daku nikushimi to shite kaishaku sa reru. 11. Tatoe kare ga kyodaina opossamu no yō ni ōkikute mo, tsuihō sa reta mono wa kiesarudarou. 12. Shigoto ni isoide iru hito ni totte, taiyō wa atsuku kanji rarenai. 13. Kanū de yoru o mukaeru toki, watashitachi wa tagaini bōshi o nugisuteru. 14. Kodomo-tachi wa hitori nokosa re,-ka wa namida de nagasa reta. 15. Ichi-ri de kōkai shite iru hokanohito-tachi kara koritsu shite, watashi wa hitoribotchi ni natte wa ikenai. 16. Tabemono wa tochū de ushinawa re, mukiryoku ni tsutsuma rete ita. 17. Nagaku tsudzukanai iro o shōsan suru koto ni nani no imi ga arudarou ka? 18. Saron (ranpawanua) wa mono o tataeru tame ni tsukawa reru. 19. Shuppatsu shita basho ga, bōto de modotte kuru bashodearu. 20. Kaigan dōro no hi wa, bōto o shukkō sa seru aizudearu. 21. Zan'nen'nagara, Tamako Misaki no na wa eien ni wasuresara reru koto wanaidarou. 22. Tōku no gyogun o ou toki wa, kesshite ōru o yurumete wa naranai. 23. Kindēn ga yasei no Kanbe o osou no wa naze ka? 24. Darere no ashiato, saraperi no kogane no kaidan o tadoritai. 25. Nāga wa nanto gōman'na nodarou! Kare wa ki no Kurisu ni shibara rete iru dakeda. 26. Oranda wa eda ni sugizu, kan wa manganito~u ni aru. 27. Shiroi dinken no hana o miru tame dake ni kanū ni norou to hisshi ni natte iru hito mo iru. 28. Seiza zentai ga dodino yama no haigo ni nobotta. 29. Pendiorangende wa, hitobito wa do~ui no shutsugen ni tsuite tazuneru. 30. Kaji o nigiru tame ni ushiro ni sagaranakereba naranai senchō wa, nanto tsukarete iru koto ka. 31. Sōda-te wa seirei ni tori tsukare, sono shinro wa kōsen no yōda. 32. Kuan kara sarani saki e, tagurandan made. 33. Issho ni meirei o suikō shi, mokutekichi no shima ni hayaku tōchaku suru. 34. Keikakude wa naku, jukuren shita ite ga hanatta ya ni yotte. 35. Sōsaku de tairyoku ga tsuki, doryoku wa muda ni natta. 36. Nagare mo ketteitekina yōin to naru koto ga aru node,-sen ni tayori kiri ni natte wa ikenai. 37. Hibi no kate o motomete, hirō ni attō sa renai yō ni shiyou. 38. Safune o michi ni oite, issho ni asoba sete kure. 39. Safune wa hanareru koto mo chikadzuku koto mo nai. Kanū no tsubasa wa tsunagatte iru. 40. Chīsana nyan ni wataseba, mō nakanakute sumu. 41. Gogo ni hamabe ni kite, tōku no rikuchi o nagamemashou. 42.-Wan ni ukabu fune no taiko no oto wa, tōku de hibiki wataru raimei no yōdesu. Shimajima ga ukabiagaru yō ni, umi ni kakoma reta rikuchi ga arawaremasu.

 




 

Sumber  :

Adriani, Nicolaus. 1894. Sangireesche teksten: Met vertaling en aanteekeningen. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff

Postingan populer dari blog ini

Kampung Tariang Baru,Tabukan Tengah, Pulau Sangihe, Rayakan HUT ke-133

PERIODISASI SEJARAH MINAHASA DAN CIKAL BAKAL PENGGUNAAN NAMA MINAHASA

MASAMPER SANGIHE: DARI MEBAWALASE KE PENTAS LOMBA