Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

Sejarah UPASE

Cikal bakal lahirnya Upase  Oleh : Alffian Walukoww Kata "Upase" adalah kosa kata serapan bahasa Belanda dari kata Oppasser atau oppas. Dalam kamus bahasa Belanda-Indonesia diartikan sebagai penjaga atau pelayan.  Oppasser atau opas merupakan bagian dari kehidupan masa lampau di negeri Hindia Belanda.  Oppasser dapat dikatakan sebagai bagian dari pekerja domestik bagi keluarga-keluarga Belanda maupun bangsawan dan pejabat pemerintahan kolonial yang tinggal di Hindia Belanda juga ia adalah para pegawai rendahan di instansi milik pemerintah kolonial Belanda. Selain sebagai penjaga, oppasser juga berfungsi sebagai pelayan.  Dalam Surat Kabar Sinar Hindia tahun 1920 telah menceritakan bagaimana kehidupan seorang opas.  Opas dalam tulisan tersebut adalah penjaga dan juga sekaligus pelayan Dalam tulisan berbeda  Pada Surat kabar Sin Po, terbitan 30 Desember 1921, Mengatakan bahwa opas adalah penjaga keamanan yang dapat melakukan tindakan kekerasan terhadap pelaku kriminal atas peri

Jalan kampung Timbelang

Gambar
Kampung Timbelang adalah salah satu dari beberapa kampung di kecamatan Tabukan Tengah yang terisolir. Setelah sekian lama menunggu perbaikan jalan, kini masyarakat kampung sudah memperoleh bantuan dari pemerintah kab.Kepl.Sangihe untuk pembuatan jalan.

Akar Sejarah Tari Salo Kapita

Gambar
Tari Salo Kapita  Oleh: Alffian Walukow Penari Salo Kapita Kampung Biru Foto oleh: Alffian Walukow Kostum seperti ini masih sama dengan kostum tahun 1927 (di kerajaan Kendahe-Tahuna) sebagai kostum tari  Salo bergaya Kendahe. Menelusur kata "Salo Kapita" sebagai nama Tari Perang  dalam kebudayaan Sangihe. Jika kata Kapita dari kata Kapitan maka: Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kapiten adalah: 1. gelar (sebutan) kepala daerah pada zaman pemerintahan raja, setingkat dengan camat di daerah Nusa Tenggara Timur dan Maluku; 2) kepala golongan penduduk Cina (pada zaman pemerintahan Belanda); 3) kepala dalam balatentara Kapitan : (berasal dari bahasa Perancis : capitaine ; sebelum bahasa Latin : capitaneus – pemimpin (militer), comte, atau ketua dewan paroki; atau dari bahasa Latin: caput – kepala, utama, kepala, primer, kepala sekolah, umum, pusat, terkemuka, dll .)  Kapitan (pengangkatan, kemudian pangkat) pertama kali digunakan pada abad pertengahan di Prancis untuk menu

Rumah Tua di Kampung Pintareng

Gambar
Rumah tua milik Mantan Bupati Sangihe di Kampung Pintareng_kec.Tabukan  Selatan (tenggara) 1. Bpk. Th. Makaminang 2. Bpk. H.R.Makagansa

Makam Imam Penanging

Gambar
 Imam Penanging,Imam Besar Islam Sangihe. oleh: Alffian Walukow Makam Imam Besar "PENAGING" dikawasan gugusan pulau Nipa Enggohe.  Makam ini pertama kali direnovasi  oleh Bupati Tindas. Jenazah Imam Penanging tidak dipikul menggunakan Keranda tetapi dipindahkan dari tangan ke tangan dalam barisan panjang pengikutnya dari Rumah sampai ke pemakaman di bukit. Penanging adalah tokoh,ulama Islam terkemuka di kawasan kerajaan Tabukan diwilayah Utara. Meski tokoh ini sangat terkenal, tetapi namanya belum pernah ditemukan dalam catatan-catatan resmi masa lalu. Dalam lisan dituturkan bahwa Penanging adalah generasi ke - 2 penyebar agama Islam Tua sejak  imam besar  'MASADE" atau "Masad" pergi ke Tuguis_Pilipina, membantu saudara-saudaranya dalam peperangan melawan Portugis di Mindanao. Penyebaran ajaran Islam Tua atau Kaum Tua dilanjutkan oleh 3 dari 9 murid utama Imam Masade pada kurun waktu awal tahun 1700-an yaitu : 1. Hadung (...) 2. Makung (Makaangkung) 3. Bian

Pasar Towo'e Tahuna

Gambar
 Januari 2023 Pasar Towo'e

Bencana dan Tulude

Gambar
 Bencana Dan Tulude Al-kisah : Dalam Oral Tradition Sangihe dan beberapa catatan Eropa mengemukakan bahwa Sejak masa lalu, kepl. Sangihe sering di timpa Bencana. Diantaranya yang paling sering terjadi adalah : 1. Banjir Bandang 2. Longsor 3. Letusan Gunung Api 4. Badai 5. Tsunami ( Kisah Tampilang Bahe/hilangnya pulau Panimbulang diantara Sangihe dan Talaud). Oleh keadaan itu maka lahirlah tradisi pengorbanan dalam agama tua (sundeng). Pengorbanan hanya dilakukan apabila ada bencana Besar. Selebihnya, upacara Sundeng tidak lagi melakukan pengorbanan tetapi hanya melakukan ritual pemujaan saja. Dst.... Seiring perjalanan waktu, Kebudayaan seperti itu terus beradaptasi  dan lahirlah upacara adat Tulude. Upacara ini diawali dengan upacara adat "Menahulending Banua" (membersihkan bumi dari dosa) dilanjutkan dengan upacara adat "Tolak Bala" (menondo lapasi) atau menyerupai  "Larung" di Jawa. Diceritakan juga: Bahwa satu-satunya penyebab terjadinya BENCANA BESAR